Laporan oleh Erman

cemas; covid-19;unpad; psikologi unpad; berita unpad;
Hari Setyowibowo, M.Psi. (Foto: Fakultas Psikologi)*

[unpad.ac.id, 9/5/2020] Rasa cemas merupakan salah satu bentuk luapan emosi yang menjadi tanda pengingat agar kita lebih waspada. Jadi, di masa pandemi seperti sekarang ini, kita tidak perlu mengusir kecemasan. Hal yang perlu dilakukan adalah mengelola tantangan yang kita dihadapi selama pandemi.

Dosen Psikologi Universitas Padjadjaran, Hari Setyowibowo, M.Psi., mengatakan hal tersebut dalam Kajian Ramadan bertema “Tetap Sehat dan Produktif dengan Mengelola Energi Insani Saat Pandemi” yang diselenggarakan secara daring oleh Mesjid Al-Jihad Unpad Bandung, Sabtu (9/5). Menurut Hari, mencermati beberapa nasihat terkait pandemi yang saat ini beredar di masyarakat sangat diperlukan.

“Ada nasihat hindari tekanan, usir kecemasan. Nasihatnya tampak bagus, namun ternyata belum tentu bisa berlaku untuk banyak hal. Tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Apa kinerja kita akan lebih tinggi bila tanpa tekanan? Apa hidup akan lebih sehat tanpa kecemasan? Mari kita pertimbangkan lagi nasihat itu,” ujar Hari.

Lebih lanjut Hari menjelaskan, tekanan yang tidak dalam porsi berlebihan, justru bisa memacu seseorang mengeluarkan segenap kemampuan agar berkinerja lebih tinggi. Pada beberapa kasus, seseorang butuh tekanan untuk bisa berprestasi.

Contoh sederhana, seorang individu akan lebih rajin belajar ketika menjelang ujian,sehingga middle stress atau kondisi tekanan yang membuat tertantang bukanlah hal buruk. Jadi, nasihat yang lebih tepat adalah hadapi kenyataan, kelola tantangan.

Nasihat lain yang perlu dicermati kembali adalah ajakan untuk selalu berpikir positif, hindari memikirkan hal-hal negatif. Hari mengingatkan, kejadian yang dialami tidak selalu positif. Ada kegagalan, ada kesalahan, ada kesulitan, tidak perlu memaksakan diri hanya untuk memikirkan hal positif saja.

“Saya lebih menyarankan kita perlu berpikir apresiatif dan bertindak konstruktif. Berpikir apresiatif itu menyelidiki apa fakta yang terjadi untuk menemukan apa yang sebenarnya ada. Orang berpikir apresiatif akan mampu mengambil hikmah dari sebuah kejadian. Dengan begitu, bisa dipersiapkan tindakan konstruktifnya, apa yang perlu dilakukan ke depan,” jelas Hari.

Satu lagi nasihat yang disorotinya adalah sukses itu hasil kerja keras tanpa henti dan kemahiran mengelola waktu.  Menurut Hari, bekerja itu bukan tanpa henti. Kita perlu jeda untuk menikmati hidup, juga untuk mengisi kembali energi kita. Sementara kemahiran mengelola waktu bukan sekadar bagaimana kita menyisihkan waktu dari setumpuk agenda yang ada.

“Ini bukan soal tersedianya banyak waktu, tetapi karena kita memiliki energi untuk mengerjakan itu. Jadi yang terpenting adalah bagaimana menetapkan prioritas dan mengelola energi untuk melakukan itu. Kelola prioritas mengatur apa yang perlu kita kerjakan, apa yang bisa dikerjakan orang lain, apa yang bisa ditinggalkan,” ujarnya.

Untuk mengelola energi yang dimiliki, perlu diperhatikan asupannya berupa vitamin fisik, psikologis, dan spiriual. Perlu juga ditetapkan batas diri agar tidak kelelahan, menjadwalkan jeda agar lebih produktif, latihan secara psikologis, dan menjaga relasi agar selalu dikelilingi orang baik.(am)*

Share this: