Isu Berkurangnya Jumlah Petani, Pertanian Diharapkan Tetap Tingkatkan Produktivitas

[unpad.ac.id, 18/11/2019] Menghadapi era pertanian 4.0, masih banyak petani Indonesia yang belum memanfaatkan teknologi digital secara optimal. Hal tersebut di antaranya terjadi karena keterbatasan kemampuan petani dan jangkauan jaringan.

Guru besar  Fakultas Pertanian Unpad Prof. Ganjar Kurnia saat menjadi pembicara pada Simposium Internasional: Lanskap Pedesaan dan Lokalitas “Pertanian Berkelanjutan di Tengah Perubahan Agraria” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Senin (18/11). (Foto: Arief Maulana)

“Kalau kita berbicara tentang e-agriculture, maka hanya perusahaan pertanian dan petani kaya saja yang dapat memanfaatkan teknologi digital,” tutur Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad Prof. Ganjar Kurnia saat menjadi pembicara pada Simposium Internasional: Lansekap Pedesaan dan Lokalitas “Pertanian Berkelanjutan di Tengah Perubahan Agraria” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Senin (18/11).

Keterbatasan kemampuan petani di antaranya terlihat dari tingkat ekonomi dan pendidikan, usia, dan literasi digital.

Dikatakan Prof. Ganjar, petani lebih banyak yang berada di posisi penerima teknologi informasi. Padahal, banyak informasi yang tidak jelas sumber dan isinya.

“Oleh karena itu sebetulnya mungkin kita perlu sumber yang resmi. Kemudian harus ada lembaga kontrol terhadap sumber, dan harus ada lembaga konsultasi,” ujarnya.

Penggunaan teknologi digital, termasuk penggunaan robot, seringkali menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja. Menurut Prof. Ganjar, pengurangan jumlah petani tidak akan menjadi masalah jika masih mampu memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dan pasar ekspor.

“Berkurangnya jumlah petani tidak perlu dikhawatirkan selama diikuti dengan peningkatan skala usaha dan peningkatan produktivitas,” ujar Prof. Ganjar.

Produktivitas di antaranya dapat dilakukan melalui konsolidasi lahan oleh para petani, termasuk di lahan pencetakan sawah baru dan lahan bekas land reform. Konsolidasi lahan juga diyakini dapat mengoptimalkan pemanfaatan e-agriculture.

Selain Prof. Ganjar, simposium internasional tersebut juga menghadirkan pembicara Prof. Ben White dari Erasmus University Rotterdam Belanda, Prof. Kasuke Mizuno dari Kyoto University Jepang, Prof. Endriatmo Soetarto dari IPB University, Bogor.

Acara dibuka oleh Dekan Fakultas Pertanian Unpad Dr. Ir. H. Sudarjat, M.P. Dalam sambutannya, ia berharap simposium tersebut dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan kolaborasi dalam penyelesaian persoalan pertanian saat ini dan masa yang akan datang.

Dr. Sudarjat juga menyampaikan bahwa simposium tersebut digelar sebagai kegiatan pembuka Sekolah Agraria Kritis 2019. Sebanyak 20 orang sudah mengalami proses seleksi dan terpilih untuk mengikuti kegiatan tersebut.*

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

 

Share this: