[unpad.ac.id, 26/3/2018] Banyak negara di dunia mengakui kemampuan masyarakat Indonesia menumbuhkan sikap toleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Meski memlliki  beragam suku dan agama, masyarakat Indonesia mampu hidup rukun dan harmonis.

Tiga Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Luar Negeri RI memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Fakultas Hukum Unpad dengan tema “International Law and Relations in Challenging Times: Where’s Indonesia’s Place?” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Senin (26/3). (Foto: Tedi Yusup)*

“Ini harus terus ditumbuhkembangkan, terutama di kalangan mahasiswa. Karena seringkali kita lupa. Sikap toleran ini menjadi silent majority, yang kalau tidak terus kita gaungkan, mudah bergeser. Mudah bergeser ke sikap2 kurang toleran untuk kepentingan-kepentingan sesaat,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI Cecep Herawan, S.H., M.H., saat menjadi salah satu pembicara dalam Kuliah Umum “International Law and Relations in Challenging Times: Where’s Indonesia’s Place?” di Bale Sawala, Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Senin (26/3).

Hal senada juga disampaikan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Dr. Andri Hadi, S.H., LL.M. Menurutnya, Indonesia merupakan negara demokrasi yang memiliki kemampuan untuk mengelola kemajemukan sehingga tetap damai dan toleran.

“Indonesia diakui sebagai kekuatan demokrasi terbesar. Ini modal utama kita. Dengan penduduk Muslim yang terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki kemajemukan yang menjadi sumber kekuatan,” ujar Dr. Andri.

Pada kesempatan tersebut, Cecep juga menuturkan bahwa sikap toleran merupakan salah satu kekuatan yang menjadi modal dasar Indonesia. Sikap ini juga perlu dimiliki oleh seorang Diplomat.

“Seorang Diplomat kalau tidak toleran itu sulit, karena kita akan bergaul dengan berbagai bangsa, berbagai keyakinan. Sehingga bagaimana kita bisa meyakinkan satu pemikiran kita, kalau kita tidak berbicara, kalau kita tidak bisa toleran menghargai perbedaan yang ada di antara kita semua,” kata Cecep.

Lebih lanjut Cecep menuturkan bahwa seorang Diplomat juga harus luwes, mudah bergaul, percaya diri, dan memiliki jiwa kebangsaan yang kuat. Seorang Diplomat juga harus berwawasan luas, dan tidak terfokus pada satu isu saja.

“Karena kita tidak spesialisasi satu persatu aspek isu. Tetapi kita harus mampu menarik benang merah dari berbagai isu yang ada, dalam rangkaian satu kesatuan apa yang disebut dengan kepentingan nasional Republik Indonesia,” ujarnya.

Pembicara lain, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Dr. iur. Damos Dumoli Agusman, SH, MA mengatakan bahwa sejak awal kemerdekaan, Indonesia mengakui peran hukum internasional dalam menciptakan perdamaian dunia.

Indonesia pun memiliki pakar hukum internasional hebat, yaitu Prof. Mochtar Kusumaatmadja dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Ada berbagai pemikiran dari Prof. Mochtar yang masih relevan hingga saat ini.

“Kita memiliki seorang Guru Besar yang luar biasa pemikirannya, dan masih sangat relevan sampai saat ini,” ujar Dr. Damos.

Acara Kuliah Umum tersebut diawali dengan penandatanganan Piagam Kerja Sama oleh Dekan Fakultas Hukum Unpad  Prof. Dr. An An Chandrawulan, SH, LLM. dengan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Dr. iur. Damos Dumoli, dan disaksikan oleh Rektor Unpad Prof Tri Hanggono Achmad, di ruang Rektor Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor. Kerja sama yang akan dilakukan kedua belah pihak mengenai pengembangan regulasi, pengkajian kebijakan, dan program internship mahasiwa Fakultas Hukum Unpad.

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

 

Share this: