Prof. Bethy S. Hernowo, “Deteksi Protein dalam Sel Tumor Ganas untuk Menentukan Respons Terapinya”

[unpad.ac.id, 8/2/2018] Guru besar Fakultas Kedokteran Prof. Bethy S. Hernowo, Sp.PA(K), PhD, memaparkan cara penentuan proses patogenesis, prediktif, respons terapi, dan prognosis dokter kepada penderita tumor ganas/kanker melalui mendeteksi berbagai protein yang terkandung dalam sel tumor ganas melalui pemeriksaan imunohistokimia (IHK).

Prof. Bethy S. Hernowo, Sp.PA(K), PhD. (Foto: Tedi Yusup)*

Deteksi dilakukan karena setiap sel tumor memproduksi berbagai jenis protein yang berperan dalam perangai tumor dan menentukan agesifitasnya. Setiap individu penderita kanker memiliki perangai tumor yang berbeda-beda walaupun dalam jenis kanker yang sama.

“IHK dapat mendeteksi protein dalam sel kanker dengan mengikatkan antara antiprotein yang dicari dan protein dalam sel dengan memakain prinsip antigen antibodi,” ujar Prof. Bethy saat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pelantikan dan pengukuhan guru besarnya oleh Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Tri Hanggono Achmad, di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Kamis (8/2) pagi.

Dalam kesempatan itu, Guru Besar bidang Patologi Anatomik ini menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Deteksi Berbagai Protein di dalam Sel Tumor Ganas dengan Cara Imunohistokimia untuk Menentukan Patogenesis, Prediktif, Respons Terapi, dan Prognosis” .

Ada sepuluh jenis kanker yang dijelaskan karakteristik proteinnya oleh Prof. Bethy. Sepuluh kanker itu yaitu, kanker payudara, kanker leher rahim, kanker nasofaring, kanker tiroid, kanker kulit, kelenjar limfe, kanker rektum, keganasan jaringan lunak, kanker ovarium, dan kanker prostat.

Pada kanker payudara sebagai penyumbang kematian terbesar kelima akibat kanker secara umum, standar internasional telah menetapkan bahwa setiap kanker payudara minimal harus diperiksa empat macam protein, diantaranya reseptor estrogen, reseptor progesteron, Her2Neu/CERB2 atau faktor pertumbuhan yang berperan dalam progesivitas sel, dan Ki-67 atau penandang yang menilai indeks proliferasi sel yang berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan sel tumor.

Kombinasi imunoreaktivitas empat protein ini dapat memberikan klasifikasi molekuler untuk tiap kanker payudara. Dokter juga dapat memperkirakan prognosis penderita dan terapi apa yang diinginkan.

Sementara pada kasus kanker leher rahim, pemeriksaan IHK VEGF pada karsinoma serviks, dapat memprediksi respons terapi anti VEGF (bevacizumab). Studi yang dilakukan American Society of Clinical Oncology (ASCO) pada 2014 menunjukkan, VEGF-targeted therapy dalam tata laksana kanker serviks memberikan hasil bevacizumab pada regimen kemoterapi berhubungan dengan meningkatnya angka survival secara keseluruhan pada pasien dengan karsinoma servik yang persisten, rekuren, atau metastasis.

Prof. Bethy yang lahir di Bandung, 9 Agustus 1955 ini memulai karirnya sebagai dokter pascalulus dari Fakultas Kedokteran Unpad pada 1983. Kemudian, ia meneruskan studi Dokter Spesialis Patologi Anatomik dan lulus pada 1988. Gelar doktor ia peroleh dari Universitas Kobe Jepang pada 1995.

Berbagai pemikiran dan penelitiannya di bidang Patologi Anatomik maupun kedokteran pada umumnya telah banyak dipublikasikan di jurnal nasional maupun internasional. Selain itu, guru besar yang pernah menjabat sebagai Ketua Satuan Penjaminan Mutu Unpad 2009-2012 ini juga banyak melahirkan buku ajar, buku referensi, hingga menjadi pembicara dalam berbagai seminar nasional maupun internasional.*

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: