[Unpad.ac.id, 19/10/2017] Pembangunan perdesaan tidak cukup terfokus pada level desa. Sangat penting membangun kolaborasi di antara para pemangku kepentingan. Melalui colaborative governance, diharapkan tujuan pembangunan desa dapat lebih cepat tercapai.

Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Prof. Ahmad Erani Yustika saat membacakan Orasi Ilmiah pada peringatan Dies Natalis ke-59 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Kamis (19/10). (Foto: Tedi Yusup)*

Hal tersebut disampaikan Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Prof. Ahmad Erani Yustika saat membacakan Orasi Ilmiah pada peringatan Dies Natalis ke-59 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad kampus Jatinangor, Kamis (19/10).

Dikatakan Prof. Erani, salah satu kolaborasi yang perlu dibangun adalah dengan sesama desa. Jangan sampai pembangunan di satu desa mematikan desa yang lain. Selain itu, unsur penting pembangunan desa lainnya adalah pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan perguruan tinggi.

“Tanpa itu, hanya menyerahkan kepada desa atau kawasan, percepatan (pembangunan) akan lambat. Oleh karena itu, demikian jelas pentingnya collaborative governance pada isu desa dan kawasan perdesaan,” ujar Prof. Erani.

Diakui Prof. Erani, collaborative governance indah pada teori namun tidak mudah untuk dilaksanakan. Salah satu dilema yang muncul adalah terkait hubungan kepercayaan dan kapasitas antar pemangku kepentingan yang terlibat.

Prof. Erani menjelaskan, level kepercayaan antar pemangku kepentingan dapat berbeda. Perbedaan kepercayaan ini juga bisa terjadi di dalam maupun antar institusi.

“Koordinasi di atas meja itu mudah. Tapi membawa kesepakatan di atas meja tadi menjadi eksekusi bersama-sama, itu tergantung level of trust-nya,” ujar Prof. Erani.

Selain itu, menyamakan level kepercayaan dengan kapasitas pun sulit. Misalnya, ada institusi yang memiliki level kepercayaan yang tinggi namun kapasitasnya rendah, atau sebaliknya. Komitmen untuk berkolaborasi biasanya muncul pada level kepercayaan dan kapasitas yang tinggi.

“Kalau kita punya komitmen untuk kolaborasi, kita bisa mendefinisikan bentuk kolaborasi diantara para pemangku kepentingan yang terlibat. Setelah itu, baru kita mendesain prosesnya,” ujar Prof. Erani.

Sementara itu, Dekan FISIP Unpad Dr. R. Widya Setiabudi Sumadinata, SIP., SSi., MT., MSi (Han), mengatakan bahwa perdesaan merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia. Untuk itu, masalah  perdesaan ini memerlukan perhatian serius agar dapat meningkatkan kekuatan bangsa.

Laporan oleh Artanti Hendriyana/am

Share this: