“Onion Monitoring”, Mahasiswa Teknik Informatika Unpad Dorong Pertanian Berbasis Teknologi

[unpad.ac.id, 5/10/2017] Sebagai negara agraris, pertanian Indonesia saat ini seharusnya sudah mulai didukung dengan perangkat teknologi. Selain meningkatkan produktivitas, integrasi teknologi menjadi salah satu kunci peningkatan kesejahteraan petani di Indonesia.

Kiri ke kanan: Ferina Dewi Andreina, Dimas Fadli Nugraha, dan Aini Novianty, mahasiswa Teknik Informatika Unpad yang mengembangkan prototipe teknologi “Onion Monitoring”. (Foto: Tedi Yusup)*

Sekelompok mahasiswa program studi Teknik Informatika Universitas Padjadjaran menjadi salah satu penggerak integrasi pertanian dengan perangkat teknologi. Adalah Dimas Fadli Nugraha, Ferina Dewi Andreina, dan Aini Novianty yang mengembangkan prototipe teknologi pengendalian tanaman bertajuk “Onion Monitoring”.

Teknologi ini dikembangkan untuk membantu kinerja petani bawang merah dalam memonitor aktivitas ladang. Teknologi ini merupakan modifikasi dari model teknologi monitoring pertanian yang lazim digunakan di mancanegara.

“Simpelnya pertanian di kita masih menganut sistem buka lahan sebesar-besarnya, sedangkan di negara lain sudah memanfaatkan pertanian presisi. Petani memanfaatkan teknologi untuk melihat bagaimana keadaan riil tanaman, tanah, cuaca, hingga bisa menjaga tanaman agar tidak terjadi gagal panen,” ungkap Dimas saat diwawancarai Humas Unpad, Kamis (5/10).

Prototipe pertama hasil inovasi ketiganya ini menyasar pada monitoring tanaman bawang merah. Ferina menilai, bawang merah dinilai menjadi komoditas yang berpotensi ekspor. “Selain itu, bawang merupakan komoditas terbesar ketiga yang dikonsumsi di Indonesia,” Aini menambahkan.

Teknologi ini memiliki dua sistem utama yang saling bertautan. Sistem pertama merupakan sistem yang bertugas mengambil data di lapangan. Sistem ini dipasang di area pertanian dan terdiri dari komponen mikro kontroler arduino, sensor-sensor, serta solar panel sebagai sumber energinya. Tugasnya untuk mengambil data kelembapan tanah, cuaca, dan temperatur.

Setelah merekam data, sistem ini kemudian menyalurkan data ke sistem pusat yang terpisah dari sistem di lapangan. Sistem ini bertugas mengurus data, mengumpulkan data, hingga mengolah data guna dihasilkan kondisi rata-rata dan apa yang dibutuhkan di lapangan.

Data di sistem pusat kemudian dikirim ke server melalui jaringan internet. Dimas mengatakan, koneksi internet di sistem pusat bisa disambungkan melalui kabel LAN, wi-fi, atau menggunakan GSM Shield (mobile internet).

Server di sini merupakan peranti aplikasi yang terpasang di gawai petani. Melalui telepon selulernya, petani dapat mengetahui kondisi lahan pertaniannya tanpa perlu memonitor langsung ke lapangan.

Selain berfungsi menampilkan kondisi lahan, petani juga dapat melakukan tindakan seperti menyiram tanaman, memberi pupuk, atau menyemprotkan pestisida lewat aplikasi tersebut. Nantinya, aplikasi akan mengirim perintah ke sistem pusat untuk kemudian diteruskan ke sensor yang ada di lahan.

Target selanjutnya, aplikasi yang dinamai “Smart Farm” ini berfungsi bukan hanya memberikan data dan mengambil tindakan, tetapi memiliki forum komunikasi dengan pengguna aplikasi lainnya.

Meski mengadaptasi teknologi yang telah berkembang di luar negeri, ada keunggulan lain yang dihasilkan dari prototipe ini. Jika teknologi yang ada menggunakan kabel untuk menghubungkan dua sistem, maka prototipe ini benar-benar bersifat wireless.

Prototipe ini dikembangkan Dimas dan kawan-kawan sejak November 2016. Dalam penelitiannya, mereka dibantu oleh staf pengajar prodi Teknologi Informasi. Bahkan, mereka juga mendapatkan masukan dari para dosen di Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad.

Berkat prototipe ini, Dimas, Ferina, dan Aini pernah meraih juara ketiga di ajang “Unnovation Tech Development Challenge” yang diselenggarakan Institut Teknologi Bandung, Desember 2016.

Walapun terbilang prototipe, Dimas dan kawan-kawan ingin terus mengembangkan teknologi ini. Sebab, teknologi ini sangat bermanfaat untuk mendukung aktivitas petani.

Hal ini pun dibenarkan Aini. Menurutnya, sudah saatnya teknologi menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Penyebaran teknologi harus didukung, bukan jadi suatu kesenjangan.

“Indonesia harus lebih melek dengan teknologi, kita harus berpikir perspektif jangka panjang, dan segalanya harus menggunakan teknologi,” kata Aini.*

Laporan oleh Arief Maulana

 

Share this: