Memahami Makna Pemimpin dari Kearifan Lokal Nusantara

[unpad.ac.id, 29/09/2017] Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Irjen Pol. Dr. Anton Charliyan, drs., MPKN, mengajak civitas academica Universitas Padjadjaran untuk belajar nilai-nilai kepemimpinan dari budaya lokal. Ia berpendapat, kearifan lokal menyimpan banyak filosofi dan nilai-nilai kepemimpinan yang kini mulai tergerus dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Irjen Pol. Dr. Anton Charliyan, drs., MPKN, saat memberikan kuliah umum bertajuk “Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal” di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jumat (29/09). (Foto: Tedi Yusup)*

“Jangan sampai kehilangan nilai-nilai lokal. Ini yang akan menjadi identitas kita,” ujar Anton saat memberikan kuliah umum bertajuk “Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal” di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Jumat (29/09).

Krisis kepemimpinan yang terjadi di Indonesia diakibatkan lemahnya implementasi nilai-nilai budaya dalam kehidupan berbangsa. Anton mengatakan, penataan budaya menjadi cikal bakal baiknya penataan suatu negara. Jika aspek pendidikan dan budaya tidak ditangani baik, maka akan berdampak pada meningkatnya krisis kepemimpinan.

Pria asli Jawa Barat ini membeberkan beberapa nilai yang tertulis dalam kearifan lokal Sunda. Menurutnya, tradisi Sunda sudah banyak menyimpan filosofi persatuan dan bagaimana seharusnya peran seorang pemimpin. Pemimpin, dalam banyak naskah Sunda, sejatinya merupakan abdi bagi masyarakat.

Dalam naskah Sunda Kuna Sanghyang Siksakandang Karesian, pemimpin (abdi) harus memiliki sikap tidak pernah mengeluh, tidak kecewa, tidak iri dengki. Pemimpin juga diidentikkan tidak mudah tersinggung, tidak merajuk, dan tidak pernah menyerah. Selain itu, pemimpin juga pantang memicu permusuhan, menjaga kesetiaan, dan pantang bermuka masam.

Lebih lanjut Mantan Kapolda Jawa Barat ini mengungkapkan, dalam riwayat sejarah Dinasti Salakanagara, yang berkuasa pada tahun 170 hingga 1572 M, dimulai dari zaman Kerajaan Salakanagara hingga masa Kerajaan Cirebon dan Sumedang, memegang kuat nilai-nilai sabilulungan, atau semangat bersinergi.

“Dalam masa sejarah Sunda, ada satu aturan dimana Kerajaan Sunda tidak boleh melakukan ekspansi dan gotrayuda, atau perang saudara,” urai Anton.

Nilai-nilai kepemimpinan terlihat dari pesan verbal yang sering disampaikan nenek moyang. Anton mengungkapkan, kearifan lokal Sunda mengajarkan nilai cageur (sehat), bageur (berbudi), bener (berlaku benar), pinter (pintar), singer (mawas diri), wanter (berani), teger (ulet), dan nanjeur (tangguh).

Konsep ini rupanya sejalan dengan konsep enam poin kepemimpinan modern yang dikeluarkan Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika. “Enam poin yang disampaikan FBI semuanya telah disebutkan dalam nilai-nilai Sunda, namun tanpa teger dan nanjeur. Kita sudah lama punya nilai-nilai itu,” kata Anton.

Kuliah umum ini secara resmi dibuka Rektor Unpad Prof. Tri Hanggono Achmad. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Ketua Dewan Pembina Yayasan Manusia Unggul Marsekal Madya TNI (Purn) Dede Rusamsi, S.E, MM, Bupati Kab. Berau H. Muharram, S.Pd., MM, serta Rektor Universitas Darma Husada Dr. Dadang Solihin, S.E., M.A.*

Laporan oleh Arief Maulana

Share this: