Luruskan Stigma Tentang  Penyakit Kusta, Departemen Sosiologi Unpad Selenggarakan Seminar Hasil Riset dan Pemutaran Film “Think Lepsory Now”

Tim Riset Sosiologi Universitas Padjadjaran saat memaparkan hasil riset dalam seminar dan pemutaran film dokumenter dengan tema “Think Lerosy Now”, di Bale Rucita, Unpad Jatinangor, Selasa (28/02)

 

[Unpad.ac.id, 28/02/2017]. Tim Riset Sosiologi Universitas Padjadjaran berhasil melakukan riset penyakit kusta di tiga provinsi yakni Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan NTT. Hasil riset ini disampaikan dalam seminar dan pemutaran film dokumenter dengan tema “Think Lerosy Now”, di Bale Rucita, Unpad Jatinangor, Selasa (28/02).

Tim Riset Sosiologi Universitas Padjadjaran saat memaparkan hasil riset dalam seminar dan pemutaran film dokumenter dengan tema “Think Lerosy Now”, di Bale Rucita, Unpad Jatinangor, Selasa (28/02)
Tim Riset Sosiologi Universitas Padjadjaran saat memaparkan hasil riset dalam seminar dan pemutaran film dokumenter dengan tema “Think Lerosy Now”, di Bale Rucita, Unpad Jatinangor, Selasa (28/02). (Foto oleh : Purnomo Sidik)*

Tim Riset ini terdiri dari 6 akademika Unpad yang berasal dari Departemen Sosiologi. Diketuai oleh Dr. Bintarsih Sekarningrum, M.Si dibantu oleh Yusar, S.Sos., M.Si, Desi Yunita, S. Sos., M.Si, Conita Adelina, S.Sos, Adi Suparmadi, S.Sos, dan Febby Kania Bantilan. Acara seminar ini dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Sosial yakni Lusia Mangiwa, AKS, M.Si. dan dibuka langsung oleh Dekan Fisip Unpad.

“Fakta yang didapatkan ternyata Indonesia merupakan negara yang memiliki beban penyakit kusta ke-3 di dunia. Jawa Timur merupakan lokasi tertinggi dibandingkan dengan dua provinsi lainnya yang menjadi tempat riset kami,” ucap Dr. Bintarsih dalam pemaparan hasil risetnya.

Dr. Bintarsih menambahkan, Jawa Barat bukan berarti daerah yang tidak terdapat penderita kusta. Hasil data tahun 2012 menunjukkan bahwa di Jawa Barat ada penderita kusta. Tetapi tim riset berharap data tahun 2016 menunjukan tidak adanya penderita kusta. Kusta ialah penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan kecacatan permanen.

Riset secara kajian Sosiologi Kesahatan ini menunjukkan bahwa stigma masyarakat terhadap penyakit kusta ialah berbeda-beda. Ada daerah yang mengatakan bahwa penyakit kusta ialah sihir atau kutukan, ada juga yang beranggapan bahwa kusta merupakan penyakit turun menurun dan sebuah karma. Melalui riset inilah tim ingin menyampaikan bahwa stigma tersebut salah.

“Stigma tersebut menyebabkan para penderita kusta merasa kecewa, takut, duka yang mendalam terhadap keadaaan dirinya. Seringkali orang yang menderita kusta dikucilkan dan dijauhi oleh lingkungan masyarakat,” tambah Ketua Tim Riset.

Upaya sosialisasi perlu dilakukan oleh pemerintah setempat. Menurut Dr. Bintarsih, dalam hal ini Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk bisa mengurangi stigma yang berkembang dalam masyarakat dan menghindari adanya diskriminasi terhadap orang yang mengalami dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).

Dalam paparan hasil riset, kusta tidak akan menyerang seseoang yang memiliki imunitas yang baik. Kusta dapat dicegah dengan melakukan perilaku hidup sehat dan kusta bisa diobati. Seseorang yang menderita kusta mendapatakan perobatan gratis. Dalam proses pengobatannya, seseorang yang mengalami penyakit kusta harus rajin melakukan pengobatan, karena jika tidak dilakukan pengobatan secara teratur maka pengobatan harus dimulai dari awal.

Laporan oleh :  Agi Kurniasandi /wep

Share this: