Dosen Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, Dr. Nunung Nurwati, Dra., M.Si. (berdiri di podium) saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Menuju Masyarakat Indonesia Sejahtera” di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Jatinangor, Kamis (22/12). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 22/12/2016] Satu faktor penting penentu sejahtera tidaknya masyarakat Indonesia adalah aspek ketenagakerjaan. Tingginya angka pengangguran akan berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan di suatu daerah. Dari tingkat pendidikan, jumlah pengangguran di Jawa Barat sebagian besar didominasi lulusan SD (33,76%) dan SMP (23,27%).

Dosen Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, Dr. Nunung Nurwati, Dra., M.Si. (berdiri di podium) saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Menuju Masyarakat Indonesia Sejahtera” di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Jatinangor, Kamis (22/12). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Dosen Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, Dr. Nunung Nurwati, Dra., M.Si. (berdiri di podium) saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Menuju Masyarakat Indonesia Sejahtera” di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Jatinangor, Kamis (22/12). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Hal tersebut dikatakan pakar pembangunan sosial dan kesejahteraan anak yang juga Dosen prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, Dr. Nunung Nurwati, Dra., M.Si., saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Menuju Masyarakat Indonesia Sejahtera” yang digelar prodi Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad, di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Jatinangor, Kamis (22/12).

“Jika tenaga kerja Indonesia sejahtera, maka keluarga dan masyarakat keseluruhan juga akan sejahtera,” ujar Dr. Nunung.

Seminar ini digelar sebagai implementasi mata kuliah Seminar Profesi Kesejahteraan Sosial yang diampu Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos., M.Si. Selain Dr. Nunung, seminar juga menghadirkan pembicara Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial Kementerian Sosial RI, Edi Suharto, PhD, Anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, dan pekerja sosial Drs. Tata Sudrajat, M.Si.

Dr. Nunung menyoroti kondisi tenaga kerja di Jawa Barat. Melihat data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2013-Agustus 2015, jumlah usia angkatan kerja (15 tahun ke atas) di Jabar berkisar 20-21 juta jiwa, dengan jumlah orang yang bekerja di angka 18-19 juta. Sedangkan jumlah pekerja yang bukan berasal dari kelompok angkatan kerja (usia 15 tahun ke bawah) berada di angka 12-13 juta jiwa.

ks-3-tediPada Agustus 2015, dari total 18 juta jiwa usia angkatan kerja yang bekerja, sekitar 49,61% bekerja di kegiatan formal, sedangkan sisanya (50,39%) bekerja di sektor informal. Dr. Nunung mengatakan, pekerja di sektor informal sebagian besar bekerja di sektor usaha rumahan serta bekerja tanpa diupah sesuai dengan ketentuan pengupahan.

Meski angka pengangguran sedikit sebesar 1,8 juta jiwa pada 2013 dan 1,7 juta jiwa pada 2015 , Dr. Nunung mengatakan, belum ada solusi efektif untuk memberdayakan jumlah penganggur tersebut. Jika angka pengangguran ini tidak ditekan signifikan dikhawatirkan akan berdampak pada peningkatan angka kemiskinan di Jawa Barat. Dr. Nunung mengatakan, pengembangan pendidikan dan sumber daya manusia harus menjadi langkah aktif bagi pemerintah provinsi agar Jabar bisa bersaing pada era MEA.

“(Angka) ini mau diapakan, jika kita mau bersaing di MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), kita tidak akan bisa bersaing,” kata Dr. Nunung.

Sementara itu, Edi Suharto mengatakan, meski angka kemiskinan berkurang dari angka 23,5% pada 1999 menjadi 11,5% pada 2013, pertumbuhan angka konsumsi nasional masih rendah dan sebagian didominasi kelompok menengah ke atas. Ini menyebabkan gini ratio (ukuran ketimpangan sosial) di Indonesia masih tinggi.

“Ketidakmerataan pertanda belum sejahtera. Ini masih menjadi masalah di Indonesia,” kata Edi.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: