Kepala BNPT, “Semangat Sumpah Pemuda Tercabik, Nilai Pancasila Tereduksi”

Kepala BNPT RI, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., saat memberikan kuliah umum di di Ruang Seminar Gedung A Kampus FISIP Unpad Jatinangor, Rabu (16/11). (Foto oleh: Dadan T.)*

[Unpad.ac.id, 16/11/2016] Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., mengajak mahasiswa mewaspadai berbagai dimensi yang bisa memecah belah persatuan bangsa. Menurut Suhardi, dimensi tersebut merupakan efek berkembangnya globalisasi dan pembangunan bangsa.

Kepala BNPT RI, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., saat memberikan kuliah umum di di Ruang Seminar Gedung A Kampus FISIP Unpad Jatinangor, Rabu (16/11). (Foto oleh: Dadan T.)*
Kepala BNPT RI, Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, M.H., saat memberikan kuliah umum di di Ruang Seminar Gedung A Kampus FISIP Unpad Jatinangor, Rabu (16/11). (Foto oleh: Dadan T.)*

“Pembangunan bangsa melahirkan turbulensi yang bisa menghasilkan dua nilai, yaitu baik dan buruk. Jika buruk, maka akan menggerus nasionalisme,” ujar Suhardi saat menyampaikan kuliah umum bertajuk “Resonansi Kebangsaan dan Mencegah Radikalisme di Lingkungan Muda/Pelajar/Mahasiswa” di Ruang Seminar Gedung A Kampus FISIP Unpad Jatinangor, Rabu (16/11).

Kuliah umum yang dimoderatori Guru Besar FISIP Unpad, Prof. Dr. Obsatar Sinaga, M.Si., ini diikuti oleh mahasiswa FISIP Unpad. Turut hadir Direktur Tata Kelola dan Komunikasi Publik Unpad Dr. Soni A. Nulhaqim, S.Sos., M.Si., Dekan FISIP Unpad Dr. R. Widya Setiabudi S, M.T., M.Si., serta sejumlah pimpinan dan dosen di lingkungan FISIP Unpad.

Suhardi mengatakan, semangat momentum Sumpah Pemuda 1928 yang menyatukan seluruh keragaman di Indonesia saat ini telah tercabik. Semangat toleransi dikatakan hampir menghilang dengan banyaknya kasus-kasus intoleransi di Indonesia. Hal ini menyebabkan nilai-nilai Pancasila menjadi tereduksi.

Dengan mereduksinya nilai-nilai Pancasila dewasa ini, Mantan Kapolda Jawa Barat ini menilai ada sesuatu yang salah telah terjadi di Indonesia. “Kalau ini tidak dirawat, belum tentu ada jaminan akan ada Republik ini dalam 100 tahun ke depan,” imbuh Suhardi.

Lebih lanjut Suhardi mengatakan, berbagai dimensi yang harus diwaspadai muncul dari semua sektor, meliputi dimensi geografi, demografi, sumber daya alam, hingga sektor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

Ia pun menyorot maraknya paham radikalisasi yang diwaspadai pada sisi ideologi. Paham ini merupakan ancaman krusial bagi negara. Sasaran utama penyebaran paham ini ialah generasi muda Indonesia.

Derasnya arus informasi di jagat internet berdampak pada pesatnya penyebaran paham radikalisme di Indonesia. Suhardi mengatakan, saat ini banyak informasi radikal yang mudah diakses oleh semua kalangan, termasuk diantaranya anak-anak.

Di hadapan mahasiswa, Suhardi pun mengutip berbagai survei terkait penyebaran paham radikalisme di Indonesia. Salah satu survei dari Wahid Foundation pada 2016 melaporkan sekitar 72% masyarakat Indonesia menolak radikalisme. Selain itu, sekitar 7,7% menyatakan berpartisipasi dalam radikalisme, dan 0,4% menyatakan pernah terlibat dalam kegiatan radikalisme.

Survei tersebut menyasar pada responden 150 juta masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Jika dikalkulasikan, maka nilai 7,7% tersebut setara dengan 11,5 juta jiwa. Sedangkan 0,4 % setara dengan 600 ribu jiwa.

Untuk itu, penghalauan paham ini tidak bisa dilakukan oleh BNPT saja. Suhardi mengatakan, pihaknya bekerja tidak hanya menyelesaikan di sektor hilir, tetapi juga di sektor hulu. Pemerintah melalui beberapa kementerian terkait harus bersama dan sungguh-sungguh dalam mengatasi penyebaran radikalisme.

Di sektor Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, lanjut Suhardi, pengentasan radikalisasi bukan hanya menyasar pada mahasiswa, tetapi juga melibatkan unsur dosen. Selain integrasi pendidikan Kontra Radikalisasi dan penguatan wawasan kebangsaan dalam kurikulum pendidikan tinggi, dosen pun harus diberikan pelatihan dan pembinaan terhadap implementasi dari pendidikan Kontra Radikalisme tersebut.

“Lebih lanjut lagi, Rektor dan Dosen harus peduli dan melakukan pendampingan terhadap seluruh kegiatan kemahasiswaan,” kata Suhardi.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: