Mencermati UU Administrasi Pemerintahan dan Pertanggungjawaban Hukum Diskresi

Suasana Seminar Nasional Hukum Administrasi Negara bertema “Pertanggungjawaban Hukum Diskresi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan” di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Rabu (19/10). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 19/10/2016] Dalam berbagai situasi tertentu, pejabat pemerintahan memiliki hak untuk menerapkan diskresi demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan memenuhi kepentingan umum. Diskresi pun telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun, ada kalanya pejabat ragu dalam melakukan diskresi karena adanya ancaman pidana.

Suasana Seminar Nasional Hukum Administrasi Negara bertema “Pertanggungjawaban Hukum Diskresi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan” di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Rabu (19/10). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Suasana Seminar Nasional Hukum Administrasi Negara bertema “Pertanggungjawaban Hukum Diskresi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan” di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Rabu (19/10). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Topo Santoso, SH., MH., Ph.D., mengungkapkan, hukum pidana semestinya tidak “tutup mata” terhadap diskresi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.  Jika tindakan pejabat tersebut telah dibenarkan dalam hukum administrasi negara, semestinya hukum pidana dapat memperhatikan tindakan tersebut sebagai tindakan yang tidak melanggar hukum.

Selama ini, banyak pejabat yang ragu mengeluarkan kebijakan tertentu yang belum diatur dalam perundang-undangan karena takut dianggap melanggar hukum. Padahal, secara hukum administrasi kebijakannya itu dapat dianggap benar, selama kebijakan tersebut bukanlah untuk kepentingan pribadi melainkan untuk kepentingan publik.

“Semestinya pejabat yang melakukan diskresi, mengeluarkan tindakan atau kebijakan tadi, itu mesti dilindungi,” ujar Prof. Topo saat menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Nasional Hukum Administrasi Negara “Pertanggungjawaban Hukum Diskresi Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan” di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Jln. Dipati Ukur No. 35, Rabu (19/10).

Diskresi pun memiliki batasan yang sudah ditentukan. Diantaranya dilakukan oleh pejabat berwenang untuk mengisi kekosongan hukum dan memberikan kepastian hukum, dengan itikad baik demi menyelenggarkan pemerintahan sesuai asas-asas umum pemerintahan yang baik, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait, tidak terdapat konflik kepentingan di dalamnya, serta tidak merugikan negara.

Pembicara lain, Guru Besar HAN dan HTN Universitas Parahyangan, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H. menjelaskan alasan mengapa diskresi perlu diatur dalam suatu Undang-Undang. Menurutnya, hukum administrasi semakin berkembang, kompleks, dan dinamis sehingga dibutuhkan adanya  kepastian hukum dengan adanya Undang-Undang. Selain itu, Undang-Undang juga diperlukan mengingat semakin banyaknya pejabat yang membuat peraturan, terutama terkait administrasi, serta adanya efek percepatan dalam perubahan regulasi.

Prof. Asep pun menjelaskan bahwa diskresi tidak dianggap sebagai perbuatan yang menyimpang jika tidak ada perbuatan pidana seperti menerima suap atau gratifikasi. Selain itu, perlu adanya kajian yang objektif dan rasional yang membuktikan bahwa perbuatan tersebut tidak mengarah pada niat yang buruk. Kebijakan pun semestinya mengarah kepada kepentingan umum.

Sementara itu, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Rini Widyantini, SH., MPM., mengungkapkan bahwa selain dapat melindungi pejabat pemerintahan dari kriminalisasi, Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan ini pun memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.

“Undang-Undang ini memungkinkan warga masyarakat untuk mengajukan keberatan dan banding terhadap keputusan dan tindakan Administrasi Pemerintahan yang merugikan kepentingan masyarakat,” ujar Rini.

Seminar ini dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Tata Kelola dan Sumber Daya Unpad Dr. Sigid Suseno, SH., M.Hum. Acara ini juga menghadirkan pembicara Ketua Kamar Urusan Lingkungan Peradilan TUN Mahkamah Agung Dr. Supandi, S.H., M.H dan Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI, Johannis Tanak, SH., MH.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: