Prof. Furqon, “Perlu Pendidikan dengan Karakter Cinta Damai Untuk Satukan Asia”

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Furqon, PhD., saat menyampaikan materi pada kuliah umum “One Asia Lectures” di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (22/04). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 22/04/2016] Menyongsong terbentuknya komunitas Masyarakat Asia (One Asia Communication), pendidikan menjadi sektor penting dalam mewujudkan hal tersebut. Konsep pendidikan baik dan mudah diakses semua orang dapat mengubah wajah bangsa Indonesia maupun Asia.

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI),  Prof. Furqon, PhD., saat menyampaikan materi pada kuliah umum “One Asia Lectures” di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (22/04). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Furqon, PhD., saat menyampaikan materi pada kuliah umum “One Asia Lectures” di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (22/04). (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Furqon, PhD., mengatakan, pendidikan yang tepat guna menyatukan seluruh negara di Asia adalah pendidikan yang mengedepankan kedamaian. Pendidikan yang damai akan menghasilkan manusia yang damai serta menciptakan karakter yang mencintai kedamaian.

“Masyarakat satu Asia baru akan tercipta kalau memang bisa tercipta suatu masyarakat yang mencintai perdamaian, yaitu terdiri atas pribadi yang damai (peacefull community). Bagaimana mengembangkan peaceful community ialah melalui pendidikan,” ujar Prof. Furqon saat mengisi kuliah umum “One Asia Lectures” di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Kampus Jatinangor, Jumat (22/04).

Untuk bisa menghasilkan konsep pendidikan damai, kurikulum yang ada harus mampu mempersiapkan berbagai kompetensi yang dibutuhkan masyarakat Asia saat ini. Menurut Prof. Furqon, kurikulum pendidikan saat ini harus mencakup critical thinking dan problem solving, communication and collaboration skill, serta kemampuan literasi informasi dan komunikasi.

“Kurikulum ini harus menjadi standar bersama, disesuaikan dengan karakteristik negara di Asia, disepakati dan menjadi bagian penting dalam kurikulum maisng-masing negara,” kata mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud tahun 2014 – 2015 tersebut.

Dengan demikian, kompetensi masyarakat di seluruh negara Asia akan sama dan beragam, sehingga pada proses pertukaran sumber daya, Indonesia sudah tidak hanya mengirimkan tenaga kasar ke negara di Asia, tetapi juga mampu mengirim sumber daya manusia yang kompeten dan kompatibel.

“Masyarakat One Asia itu harus kuat. Menjadi kuat itu didasarkan pada adanya keseimbangan mobilitas dari masing-masing negara ke negara lain,” kata Prof. Furqon.

Kondisi di Indonesia sendiri, lanjut Prof. Furqon, diuntungkan dengan adanya bonus demografi, yakni masa dimana jumlah usia produktif lebih banyak dari jumlah usia nonproduktif. “Ini menjadi tantangan bagi pendidikan kita, bagaimana menjadikan kelompok usia produktif yang memang produktif dan mampu bersaing dengan negara lain,” ujarnya.

Bagaimana dengan sistem pendidikan di negara lain? Di Jepang misalnya, pendidikan internasional menjadi suatu model yang telah diterapkan oleh Pemerintah Jepang. Sejak tahun 1990-an, Pemerintah Jepang telah serius membangun konsep pendidikan internasional, bahkan hingga kini implementasinya telah dilakukan hingga tingkat sekolah dasar.

One Asian  Foto bersama 1Dosen National Chi Nan University Taiwan Prof. David Wu Hsun Yang, PhD, mengatakan, Jepang sangat menitikberatkan pada pendidikan internasional. Pada tingkat pendidikan tinggi, banyak sekali pendidikan yang bersifat internasional. Selain itu, hampir seluruh perguruan tinggi di Jepang rutin melakukan kerja sama penelitian internasional.

Sementara pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, Pemerintah Jepang telah menerapkan kurikulum multikultural. Salah satu tujuan dari kurikulum ini ialah mempersiapkan siswa untuk bergabung dan turut serta dalam masyarakat internasional.

Prof. David mengatakan, ada tiga kategori yang dimasukkan dalam kurikulum multikultural, yaitu: pengetahuan dan pemahaman (memahami keberagaman budaya, ketergantungan antar negara, dan pentingnya keamanan dan perdamaian), kemampuan (melatih daya pikir, intuitif, ekspresi, kemampuan komunikasi, dan pemecahan masalah), serta sikap (melatih sikap menghargai dan menghormati, toleransi, kerja sama, dan turut serta dalam masyarakat).

Kurikulum ini juga disesuaikan dengan usia dan tingkat pendidikannya. Prof. David mencontohkan, untuk tingkat sekolah dasar, kurikulum ini mengajarkan praktik langsung segala bentuk budaya asing di Jepang. Pada tingkat pendidikan menengah, materi yang diajarkan pun akan semakin kompleks.

Pada tingkat dasar, pendidikan internasional memberikan kesempatan bagi siswa luar negeri untuk belajar di Jepang. Siswa dari Jepang pun bisa mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri melalui sistem ini.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

 

Share this: