Minim, Jumlah Guru Besar Hubungan Internasional di Indonesia

Para narasumber dan moderator pada Talkshow Forum Komunikasi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Pertemuan Nasional Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) XXVI di Bale Santika Unpad, Jatinangor, Senin (17/11). (Foto oleh: Artanti)*

[Unpad.ac.id, 17/11/2014] Saat ini Indonesia hanya memiliki sedikit guru besar Hubungan Internasional. Dari lebih 50 program studi Hubungan Internasional yang dimiliki, Indonesia hanya memiliki kurang dari 10 guru besar Hubungan Internasional. Minimnya pakar yang dimiliki akan berdampak pada kebijakan strategis Indonesia dalam hubungan internasional.

Para narasumber dan moderator pada Talkshow Forum Komunikasi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Pertemuan Nasional Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) XXVI di Bale Santika Unpad, Jatinangor, Senin (17/11). (Foto oleh: Artanti)*
Para narasumber dan moderator pada Talkshow Forum Komunikasi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Pertemuan Nasional Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) XXVI di Bale Santika Unpad, Jatinangor, Senin (17/11). (Foto oleh: Artanti)*

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unpad Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR., Ph.D saat menjadi pembicara pada Talkshow Forum Komunikasi Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (FKMHII) Pertemuan Nasional Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) XXVI di Bale Santika Unpad, Jatinangor, Senin (17/11).

“Bangsa ini membutuhkan guru besar Hubungan Internasional yang terampil dan mampu mengolah strategi ke depan,” ujar Prof. Yanyan.

Ia menambahkan, minimnya pakar Hubungan Internasional di Indonesia juga berimplikasi pada kesiapan dalam menghadapi ASEAN Community. “Sebab sosialisasi tentang ASEAN Community tidak hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri. Kita juga membutuhkan akar rumpun. Akar rumpun ini kan akademisi yang bisa masuk kesana,” jelas Prof. Yanyan.

Selain itu, Prof. Yanyan juga mengatakan bahwa ada banyak lapangan kerja yang tersedia untuk para sarjana Hubungan Internasional. Bukan hanya kementerian luar negeri, lulusan program studi ini juga dibutuhkan di sejumlah instansi lain.

Pembicara lain, Assistant Country Director/Team Leader Democratic Governance Unit UNDP Indonesia, Irman G. Lanti mengatakan bahwa sebaiknya para lulusan Hubungan Internasional tidak hanya berpikir untuk menjadi diplomat. Ada banyak profesi lain di luar itu. Jika semua lulusan fokus untuk menjadi diplomat atau bekerja di kementerian luar negeri, maka sangat mungkin akan banyak tercipta pengangguran terpelajar. Dengan demikian, perlu juga adanya peningkatan lulusan kompetensi para lulusan, terutama untuk menghadapi ASEAN Community.

Sementara itu, Direktur Lembaga Survei Nasional, Umar S. Bakrie mengatakan bahwa untuk meningkatkan kompetensi, terutama untuk meningkatkan daya saing dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain, setidaknya para lulusan harus menguasai berbagai bahasa. Sejak mahasiswa, disamping harus kuat secara intelektual, juga perlu untuk giat berorganisasi. “Maka daya survival ketika jadi sarjana akan kuat,” ujarnya.

PNMHII XXVI
PNMHII merupakan agenda tahunan dari FKMHII, dan tahun ini Unpad dipercaya menjadi tuan rumah penyelenggaraan. Kegiatan ini merupakan wadah bagi para mahasiswa untuk bertukar pikiran dan berbagi pengalaman dalam bidang Hubungan Internasional. PNMHII XXVI diselenggarakan mulai hari ini hingga Kamis (20/11) mendatang.

“Ini adalah sebuah pertemuan nasional mahasiswa hubungan internasional se-Indonesia. Pertemuan nasional mahasiswa Hubungan Internasional ini dulu digagas oleh mahasiswa-mahasiswa Unpad pada tahun 1989, dan dideklarasikan melalui deklarasi Jatinangor,” ungkap Ketua Pelaksana Acara, Denisa Ruvianty.

Selain seminar, kegiatan ini berisi joint statement forum, short diplomatic course, diskusi ilmiah, dan sidang forum. PNMHII XXVI diikuti oleh sebanyak 288 peserta dari 37 universitas se-Indonesia. Tema yang diangkat adalah mengenai optimasi forum komunikasi se-Indonesia agar dapat bermanfaat untuk masyarakat dalam menghadapi tantangan dan peluang komunitas ASEAN.

Denisa juga mengungkapkan, kegiatan ini akan menghasilkan sebuah rancangan rekomendasi untuk pemerintah, dan akan dikirimkan langsung ke instansi terkait. “Karena temanya Komunitas ASEAN, kami ingin bahwa pemerintah punya kiat-kiat tertentu agar masyarakat siap dalam menghadapi peluang komunitas ASEAN, dan juga dapat mengambil manfaat dari peluang agar banyak keuntungan yang kita dapat di komunitas ASEAN,” ujar Denisa.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh

Share this: