Peristiwa G30S Sisakan Enam Tafsir Terkait Dalang Pelaku

Sejarawan Ilmu Sejarah FIB Unpad, Dr. Mumuh Muchsin (kanan) saat menjadi pembicara dalam Seminar "Membincang Ulang Peristiwa G30S", Kamis (25/09) di Aula Gedung D Kampus FIB Unpad Jatinangor. (Foto oleh: Arief Maulana)*

[Unpad.ac.id, 25/09/2014] Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad, Dr. Mumuh Muhsin Z, M.Hum., berpendapat bahwa ada enam tafsiran siapa dalang di balik peristiwa Gerakan 30 September, sebuah percobaan kudeta dengan melakukan penculikan dan pembunuhan kepada enam perwira tinggi militer Indonesia pada tahun 1965.

Sejarawan Ilmu Sejarah FIB Unpad, Dr. Mumuh Muchsin (kanan) saat menjadi pembicara dalam Seminar "Membincang Ulang Peristiwa G30S", Kamis (25/09) di Aula Gedung D Kampus FIB Unpad Jatinangor.  (Foto oleh: Arief Maulana)*
Sejarawan Ilmu Sejarah FIB Unpad, Dr. Mumuh Muchsin (kanan) saat menjadi pembicara dalam Seminar “Membincang Ulang Peristiwa G30S”, Kamis (25/09) di Aula Gedung D Kampus FIB Unpad Jatinangor. (Foto oleh: Arief Maulana)*

“Berdasarkan fakta sejarah, Peristiwa G30S ini termasuk ke dalam fakta lunak, dimana sangat sulit dihadirkan standar kebenarannya sehingga memunculkan 6 tafsiran tersebut,” ujar Dr. Mumuh saat menjadi pembicara dalam Seminar “Membincang Ulang Peristiwa G30S” di Aula Gedung D Fakultas Ilmu Budaya Unpad Kampus Jatinangor, Kamis (25/09).

Seminar ini digelar oleh Program Studi Ilmu Sejarah FIB Unpad bekerja sama dengan Forum Silaturahmi Santri (Forsis). Selain Dr. Mumuh, pembicara lain yang hadir yaitu HM. Rafani Akhyar, M.Si., (Sekretaris Umum MUI Jabar), AKBP Arif Wahyu (Kasubdit Internal Polda Kabar), serta Dr. RM. Mulyadi, M.Hum., (Sejarawan/Dosen Ilmu Sejarah FIB Unpad).

Tafsir pertama, menurut Dr. Mumuh, didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam catatan sejarah yang ada, PKI menjadi dalang peristiwa G30S dengan tujuan mengubah ideologi Republik Indonesia menjadi komunis. Namun, fakta ini masih menjadi pro dan kontra.

“Ada pula pihak-pihak yang ingin membelokkan sejarah. Bahkan di beberapa buku pelajaran kata G30S PKI diubah menjadi G30S saja,” ujar Dr. Mumuh yang juga sebagai Wakil Dekan I FIB Unpad.

Tafsir selanjutnya, berturut-turut dugaan gerakan ini didalangi oleh perwira Angkatan Darat (AD), Presiden Soekarno, Mayjen Soeharto, Sjam Kamaruzaman (Ketua Biro Khusus PKI), hingga Amerika Serikat melalui agen CIA. Setiap tafsir memiliki pro dan kontra yang terus diperdebatkan selama 5 dekade.

“Fakta ini sering bisa menguat dan melemah seiring perkembangan zaman, serta sulit pula mencari kesepakatan bersama,” ujar Dr. Mumuh.

Gerakan 30 September merupakan peristiwa sejarah yang selalu diingat Bangsa Indonesia. Ada enam perwira tinggi yang dianggap loyal kepada PKI diculik oleh Letnan Kolonel Untung, salah satu pentolan PKI, yaitu Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI R. Soeprapto, Mayjen TNI MT. Haryono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen TNI DI. Pandjaitan, Brigjen TNI Sutoyo, dan Lettu CZI Pierre Andreas Tendean, ajudan dari Jenderal TNI AH. Nasution.

Keenamnya dibawa paksa pada malam 30 September 1965 dan disiksa hingga mati. Jasadnya dibuang di sebuah lubang di bilangan Pondok Gede, Jakarta (kini dinamai Lubang Buaya). Mayat keenamnya kemudian ditemukan pada 3 Oktober 1965. Sejak saat itu gerakan penumpasan PKI hingga akarnya dilakukan oleh TNI dengan dipimpin Mayjen Soeharto.

Terlepas dari kebenaran peristiwa tersebut, Dr. Mumuh menekankan bahwa komunisme merupakan ideologi yang bersifat utopis, tidak bisa dibumikan. Definisi kesejahteraan dalam komunisme sulit untuk dipraktikkan dan hanya akan melahirkan sebuah ketertinggalan.

Sementara itu, Rafani Akhyar menjelaskan, komunisme merupakan faham yang cepat menyebar di Indonesia dalam kurun 1948 – 1955. Meskipun telah melakukan aksi pembantaian besar-besaran di Madiun pada tahun 1948, PKI resmi menjadi partai terbesar keempat di Indonesia pada tahun 1956.

“Salah satu problem meluasnya faham komunis adalah faktor kesejahteraan. Kemiskinan merupakan ladang sukses lahirnya komunisme,” jelas Dr. Mumuh.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

Share this: