Suasana saresehan nasional sebagai bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke-55 Fakultas Pertanian Unpad di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Kamis (4/09) (Foto oleh: Tedi Yusup)*

[Unpad.ac.id, 4/09/2014] Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman hayati. Apabila kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pangan lokal, maka dapat berkontribusi terhadap pencapaian kedaulatan pangan.

Suasana saresehan nasional sebagai bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke-55 Fakultas Pertanian Unpad di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Kamis (4/09) (Foto oleh: Tedi Yusup)*
Suasana saresehan nasional sebagai bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke-55 Fakultas Pertanian Unpad di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Kamis (4/09) (Foto oleh: Tedi Yusup)*

Menurut Ahli Peneliti Utama PSEKP Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS, pangan lokal adalah masa depan bangsa. Pangan lokal turut andil dalam mendukung keragaman sumber pangan, keragaman konsumsi, serta kemandirian pangan nasional.

“Kalau itu bisa dicapai, maka kedaulatan pangan bisa diimplementasikan,” tutur Prof. Achmad saat menjadi pembicara pada Saresehan Nasional bertema “Pemanfaatan Sumber Daya Lokal sebagai strategi Kebijakan dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional” yang diselenggarakan sebagai bagian dari rangkaian acara Dies Natalis ke-55 Fakultas Pertanian Unpad di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor, Kamis (4/09).

Selain menghadirkan Prof. Achmad Suryana sebagai pembicara, acara yang terselenggara atas kerja sama Fakultas Pertanian Unpad dengan Badan Ketahanan Pangan Kementerian RI ini juga menghadirkan pembicara Rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si., dan Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan, Prof. Dr. Moch. Maksum Machfoedz.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Achmad mengatakan bahwa Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas pangan nabati dan hewani yang cukup besar dan beragam. Komoditas yang sudah dikembangkan budidayanya antara lain sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, shorgum, dan talas jepang. Makanan tradisional pun dapat dikembangkan ke arah yang lebih komersial, seperti tiwul, embal, jagung bose, oyek, dan sebagainya. Menurut Prof. Achmad, saat ini hal tersebut masih banyak belum dikembangkan.

Pembicara lain, Prof. Ganjar mengatakan bahwa dalam menghadapi berbagai masalah pertanian, masih banyak orang yang terlalu berkutat pada tataran makro. Inti permasalahan di tataran mikro masih banyak yang belum memperhatikan. “Jangan-jangan kita tidak tahu inti permasalahannya apa, karena kita tidak masuk ke wilayah yang seharusnya,” ujarnya.

Dengan demikian, ia menghimbau agar permasalahan di hilir juga dapat diselesaikan. Masalah real di lapangan dapat terlebih dahulu diinventarisasi, termasuk masalah irigasi, sarana prasarana, dan transportasi. Hal ini juga termasuk pada kegiatan penelitian, dimana harus mulai ada “hilirisasi penelitian”.

“Mari kita berpikir juga pada tataran mikro. Kita harus paham dulu pada masalah yang kita hadapi,” tutur Prof. Ganjar yang merupakan Guru Besar Sosiologi Bidang Pertanian ini.

Sementara itu, Ir. Herman Khaeron menyampaikan keberpihakan negara terhadap sektor pertanian. Ia mengungkapkan bahwa saat ini semangat dan kebijakan dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah di sektor pertanian sudah semakin baik. Hal ini juga termasuk dalam penyusunan regulasi dan anggaran. Walaupun demikian, menyelesaikan berbagai masalah pertanian bukan hanya membutuhkan peran dari pemerintah, melainkan juga butuh keterlibatan dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *

Share this: