Diding Zaenal Arifin dari PT Parung Farm saat berbagi pengalaman pada Diskusi Ilmiah Bulanan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian (Faperta) Unpad di Kampus Jatinangor, Selasa (10/06).

[Unpad.ac.id, 11/06/2014] Hidroponik atau sistem bercocok tanam tanpa menggunakan media tanah kini semakin berkembang. Teknik yang dikembangkan oleh peneliti fisiologi tumbuhan ini mneggunakan air sebagai media tanam. Penelitian tersebut melahirkan keberhasilan sehingga banyak ahli agronomi lain mengembangkan metode yang juga dikenal dengan istilah aquaculture tersebut.

Diding Zaenal Arifin dari PT Parung Farm saat berbagi pengalaman pada Diskusi Ilmiah Bulanan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian (Faperta) Unpad di Kampus Jatinangor, Selasa (10/06).
Diding Zaenal Arifin dari PT Parung Farm saat berbagi pengalaman pada Diskusi Ilmiah Bulanan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian (Faperta) Unpad di Kampus Jatinangor, Selasa (10/06).

Demikian disampaikan Diding Zaenal Arifin, praktisi dari PT Parung Farm pada Diskusi Ilmiah Bulanan Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian (Faperta) Unpad di kampus Jatinangor, Selasa (10/06). Menurutnya, pengembangan sistem hidroponik dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan dan diharapkan menjadi alternatif pertanian di Indonesia.

Menurutnya, banyak keunggulan yang didapat dari sistem hidroponik, yaitu tetap dapat bercocok tanam di lahan yang sempit atau tidak subur, tanaman menjadi lebih subur karena nutrisinya terjaga, dapat memanfaatkan barang bekas sebagai medianya, serta tanaman hidroponik memiliki nilai perekonomian yang tinggi.

Dalam perkembangannya, berkembang temuan metode Nutrient Film Tecnique (NFT) dan aeroponik.  NFT adalah teknik menanam tanaman pada media styrofoam  yang dipasang pada wadah (talang air). Ke dalam wadah tersebut dialirkan larutan nutrisi sebagai sumber unsur hara, yang nantinya akan dihisap oleh akar tanaman.

Adapun metode aeroponik seperti NFT hanya pemberian nutrisi dengan cara menyemprotkan ke akar tanaman dengan menggunakan spray jet.

Selanjutnya, Diding menjelaskan bahwa saat ini ada anggapan bahwa teknik hidroponik ini sangatlah mahal dan sulit diimplementasikan di tingkat masyarakat kecil. Padahal, hal ini tidaklah benar, karena teknik hidroponik ini sederhana dan lebih banyak menguntungkan.

Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Faperta Unpad, Dr. Rija Sudirja menjelaskan, bertanam secara hidroponik perlu menjadi sebuah gerakan di masyarakat untuk atasi keterbatasan lahan.

Dalam rilisnya disebutkan, Faperta Unpad sendiri telah bekerja sama dengan PT. Parung Farm melalui pembinaan mahasiswa, penyediaan sarana rumah kaca dan kebun percobaan, dan melakukan penelitian formulasi nutrisi (unsur hara) untuk berbagai komoditas.

“Langkah yang paling dekat akan dilakukan sosialisasi bertanam hidroponik terhadap siswa-siswa SMA di Bandung dan masyarakat sekitar kampus Jatinangor. Kegiatan ini sudah diagendakan pihak fakultas melalui program Pengabdian kepada Masyarakat,” tulis Dr. Rija.

Sementara itu, Diding sendiri mengutarakan bahwa kerja sama ke depan sangat diharapkan, karena universitas memiliki sumber daya manusia yang andal serta dapat mendorong pihak-pihak pengambil keputusan dalam rangka menyosialisasikan gerakan bertanam secara hidroponik ini.*

Rilis: Faperta / am*

Share this: