Material dan Mitos Angklung Tak Terpisahkan dengan Sektor Pertanian

Mahasiswa belajar bermain angklung bersama Tim Kesenian Unpad pada Kuliah Umum Apresiasi Seni Faperta, Selasa (15/04) di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor. (Foto oleh: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 16/04/2014] Angklung adalah alat musik tradisional yang lahir dan berkembang di Sunda. Secara hakikat, angklung bukan hanya sebagai komponen kesenian, namun juga mencerminkan aktivitas budaya masyarakat di tatar Sunda.

Mahasiswa belajar bermain angklung bersama Tim Kesenian Unpad pada Kuliah Umum Apresiasi Seni Faperta, Selasa (15/04) di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor. (Foto oleh: Tedi Yusup)
Mahasiswa belajar bermain angklung bersama Tim Kesenian Unpad pada Kuliah Umum Apresiasi Seni Faperta, Selasa (15/04) di Bale Sawala Gedung Rektorat Unpad Jatinangor. (Foto oleh: Tedi Yusup)

“Angklung adalah jenis alat musik yang berbasis pada pertanian,” ujar rektor Unpad, Prof. Ganjar Kurnia sata mengisis kuliah umum “Angklung: Musik Agraris yang Mendunia” untuk mata kuliah Apresiasi Seni Fakultas Pertanian (Faperta ) Unpad di Bale Sawala Gedung Rektorar Unpad Kampus Jatinangor, Selasa (15/04) kemarin.

Menurut Rektor, angklung tidak bisa dipisahkan dari sektor pertanian, khususnya di Jawa Barat. Selain terbuat dari material alam, yaitu awi wulung dan awi temen, pada awalnya angklung dimainkan untuk aktivitas yang berkaitan dengan pertanian.

“Mitosnya , angklung berkaitan dengan ritual penghormatan kepada Nyi Sari Pohaci yang dalam kepercayaan Sunda dilambangkan sebagai Dewi Padi,” kata Rektor.

Di daerah Baduy, angklung biasa digunakan oleh masyarakat saat mengawali proses penanaman padi. Tujuannya adalah untuk memikat Nyi Sari Pohaci atau dalam kepercayaan lain disebut Dewi Sri, untuk dapat tumbuh dan menghasilkan padi. Salah satu pemikatnya adalah dengan menghasilkan bunyi-bunyian yang diantaranya dihasilkan dari angklung.

Angklung juga dimainkan untuk mengusir hama. Masyarakat Sunda percaya hama penyakit akan hilang dengan suara angklung. Pascapanen, angklung kembali digunakan dalam berbagai upacara, seperti “pesta panen” atau “sérén taun”. Di masa penjajahan, Angklung pun digunakan untuk memberikan semangat bagi para pejuang untuk bertempur.

Namun di balik sejarahnya, angklung memiliki falsafah tersendiri. Hal ini tampak dari sifatnya yang merupakan alat musik individual dan harus dimainkan secara bersama-sama untuk menghasilkan komposisi lagu. Sehingga, bermain Angklung memiliki peranan untuk mengarahkan kebersamaan secara harmonis untuk mencapai satu tujuan, yakni menghasilkan satu lagu yang enak didengar.

Di akhir kuliahnya, Rektor mengajak seluruh mahasiswa untuk bermain angklung bersama-sama. Dengan dipandu oleh tim Kesenian Unpad, beberapa lagu pun dimainkan dengan semangat kebersamaan, seperti: Are You Sleeping, Falling in Love with You, My Heart Will Go On, Indonesia Pusaka, You Raise Me Up, dan Goyang Oplosan. Bukan hanya itu, Tim Kesenian pun menampilkan jenis kesenian lainnya seperti Arumba, Tari Cikeruhan, dan Réngkénék Bandung.

“Senangnya bisa bermain Angklung bersama-sama. Tidak salah kalau angklung merupakan alat musik tradisional yang dapat mendunia,” tutur Rizki, salah satu mahasiswa.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh *

 

Share this: