Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Barat, dr. H. Suherman, MKM (Foto oleh: Artanti)*

[Unpad.ac.id, 15/03/2014] Saat ini, penerapan konsep palliative care (perawatan paliatif) memang belum banyak di Indonesia. Salah satu tantangannya adalah terkait bagaimana para tenaga kesehatan memandang persoalan kematian pasien. Masih banyak rumah sakit yang belum memahami bahwa seharusnya pasien diberikan perawatan paliatif, terutama untuk pasien dengan stadium terminal.

Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Barat, dr. H. Suherman, MKM (Foto oleh: Artanti)*
Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Barat, dr. H. Suherman, MKM (Foto oleh: Artanti)*

“Jadi persoalan kematian masih menjadi soal yang rumit di Indonesia. Rumit dalam arti kata bagaimana rumah sakit menempatkan diri pada orang yang mengalami stadium terminal. Saat orang memasuki terminal state, malah dimasukan ke ICU atau ICCU. Pada saat stadium terminal, kita harusnya menghadapkan mereka pada husnul khotimah,” tutur Direktur RSUD Dr. Syamsudin Sukabumi sekaligus Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (Arsada) Provinsi Jawa Barat, dr. H. Suherman, MKM saat menjadi pembicara kunci dalam acara Joint Seminar & Workshop “Urgensi Palliative Care di Rumah Sakit Rujukan Cakrawala Baru Memperbaiki Kualitas Hidup Bangsa”.

Acara dilaksanakan di Aula Lantai 6 Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jln. Eijkman No. 38 Bandung, Sabtu (15/03). Acara terselenggara atas kerja sama Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad dengan Arsada Provinsi Jawa Barat. Turut hadir menjadi pembicara pada kesempatan tersebut Prof. Myrra Venooij Dassen (Radboud University Nijmegen Medical Centre), Kusman Ibrahim, S.Kp., M.NS., PhD. (Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad), dan Dr. H. Agus Ali Fauzi PGD.Pall.Med (Pusat Pengembangan Paliatif & Bebas Nyeri RSUD Dr Soetomo).

Tantangan lain yang dihadapi adalah perlunya dilakukan transformasi dari provider centered menjadi patient centered.  Suherman mengatakan bahwa saat ini belum banyak yang memahami konsep patient centered. “Akibatnya sering terjadi gejolak khusunya bagian yang berkaitan dengan perawat. Seakan-akan perawat sebagai bagian dari perpanjangan dokter. Padahal perawat adalah model mandiri dalam pelaksanaan keperawatan. Dia bersama dengan dokter untuk memecahkan masalah secara sinergi,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Suherman juga menuturkan terkait peluang penerapan palliative care dan hospice care  di Indonesia yang saat ini belum banyak diperhatikan, yaitu layanan palliative dan hospice care untuk elderly people (orang tua).  Ia menuturkan bahwa menurut data statistik , elderly people sudah mendekati angka 12,5% dari jumlah total populasi di Indonesia. Menurutnya, ini adalah suatu persoalan dimana saat ini Indonesia masih terjebak dengan fenomena balita yang berkaitan dengan gizi atau mal nutrisi.

“Di lain pihak elderly people sudah membutuhkan suatu perhatian yang luar biasa dari para pengambil keputusan. Jumlah orang tua semakin bertambah dan kita tidak punya kesiapan untuk memberikan yang terbaik untuk mereka,” ujar Dr. Suherman.

Pembicara lain, Dr. Agus mengatakan bahwa tujuan perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup yang seoptimal mungkin bagi penderita dan keluarganya. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan treat the patient bukan treat the disease. Pola dasar pemikiran perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup dan menganggap bahwa kematian adalah proses yang normal, serta tidak mempercepat atau menunda kematian. Selain itu, dalam perawatan paliatif juga diperhatikan bagaimana menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual pasien, serta berusaha agara pasien tetap aktif hingga akhir hayatnya.

Perawatan paliatif di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak dibukanya poliklinik Perawatan Paliatif & Bebas Nyeri RSUD Dr. Soetomo pada 19 Februari 1992. Pada kesempatan tersebut, Dr. Agus juga berbagi pengalamannya terkait penerapan perawatan paliatif yang dilaksanakan di RSUD Dr. Soetomo.*

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *

Share this: