Urbanisasi Tak Bisa Dicegah, Pengelolaan Diperlukan untuk Meminimalkan Dampak Buruk

Speakers at BIES Economic Dialog on “Urbanization: Hope or Impoverishment?”, held on Monday, December 2, 2013 at Bale Rumawat, Unpad campus in Bandung.

[Unpad.ac.id, 2/12/2013] Urbanisasi sering diidentikkan dengan munculnya berbagai masalah sosial di perkotaan. Namun dibalik berbagai masalah yang dialami, tidak dapat dipungkiri bahwa urbanisasi menjadi salah satu unsur yang paling penting dari mobilitas sosial dan ekonomi. Dengan demikian, perlu adanya pengelolaan urbanisasi yang lebih baik lagi, agar tidak menambah dampak buruk di masyarakat.

Para narasumber dan moderator BIES Economic Dialogue bertema “Urbanisasi: Pengharapan atau Pemiskinan?” yang diselenggarakan di Bale Rumawat Unpad, Jln. Dipati Ukur No.35, Senin 2 Desember 2013 (Foto oleh: Dadan T.)*
Para narasumber dan moderator BIES Economic Dialogue bertema “Urbanisasi: Pengharapan atau Pemiskinan?” yang diselenggarakan di Bale Rumawat Unpad, Jln. Dipati Ukur No.35, Senin 2 Desember 2013 (Foto oleh: Dadan T.)*

“Baik atau jelek, itu tergantung dari mana kita lihat. Urbanisasi merupakan proses yang unstoppable. Proses yang berlangsung seiring dengan kemajuan sosial ekonomi,” ujar ahli Perencanaan Wilayah dan Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Tomy Firman. saat menjadi pembicara dalam acara BIES Economic Dialogue “Urbanisasi: Pengharapan atau Pemiskinan?” yang diselenggarakan di Bale Rumawat Unpad, Jln. Dipati Ukur No.35. Acara terselenggara atas kerja sama Center for Economics and Development Studies (CEDS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad, Indonesia Project, The Australian National University, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jawa Barat dan Aliansi Jurnalis Independen Bandung.

Hadir sebagai pembicara pada kesempatan tersebut adalah Prof. Chris Manning (The Australian National University), Dr. Devanto Pratomo (Universitas Brawijaya), Prof. Tommy Firman (Institut Teknologi Bandung), Dr. Kodrat Wibowo (FEB Unpad/ISEI Jabar), dan Indrasari Tjandraningsing (Akatiga).  Acara dimoderatori oleh Natasha Ardiani (UKP4).

BIES Economic Dialogue kali ini membahas terkait penelitian Prof. Chris Manning dan Dr. Devanto yang berjudul “Do Migrants Get Stuck in the Informal Sector? Findings from a Household Survey in Four Indonesian Cities”. Pada kesempatan tersebut, Prof. Chris mengungkapkan bahwa salah satu unsur yang paling penting dari mobilitas sosial adalah perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan.

Saat ini, ada dua pandangan terkait urbanisasi. Yakni yang menganggap urbanisasi itu baik, dan yang menganggap buruk urbanisasi. Dianggap tidak baik terutama apabila sudah terjadi over urbanisation. Dalam hal ini, urbanisasi membawa banyak masalah di kota seperti membludaknya jumlah penduduk, kemacetan, dan meningkatnya jumlah penjual sektor informal. Sementara itu, urbanisasi juga diperlukan seiring perkembangan teknologi dan sistem ekonomi yang lebih dinamis.

Dari hasil penelitian, Dr. Devanto mengungkapkan bahwa ditemukan mobilitas pekerjaan yang terjadi pada migran, tidak hanya terpaku pada sektor informal. Hal ini terjadi seiring dengan berjalannya waktu, yakni lamanya waktu migran menetap di perkotaan. Walaupun tidak dapat dipungkiri, bahwa mayoritas recent migran lebih banyak yang berkecimpung di sektor informal.

“Probabilitas pindah ke sektor formal itu besar, hal ini tergantung dari dua faktor, yakni adaptasi dan diperolehnya pendidikan yang lebih baik,” ungkap Dr. Devanto. Ia juga mengungkapkan bahwa dengan adanya urbanisasi, terjadi peningkatan kesejahteraan bagi generasi ke-2 para migran. Hal ini terutama karena mereka mendapat pendidikan yang lebih baik dari para migran (generasi pertama). Penelitian dilakukan di empat kota besar di Indonesia, yakni Tangerang, Makasar, Medan, dan Samarinda.

Prof. Tommy menuturkan, tidak selamanya para migran akan mengalami kesuksesan di kota. Tidak ada yang memastikan bahwa hidup belasan tahun di kota akan mencapai kesuksesan. Untuk menghentikan masalah yang terjadi terkait urbanisasi, ada dua hal yang harus diperhatikan, yakni distribusi migran dan kualitas migran. “Peningkatan kualitas migran akan membawa hal yang baik. Bagaimana menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, dalam rangka peningkatan SDM di pedesaan,” tutur Prof. Tommy.

Sementara itu, Dr. Kodrat menambahkan bahwa untuk meminimalisasi efek buruk urbanisasi, diperlukan juga adanya sertifikasi profesi. Hal ini juga untuk meningkatkan profesionalisme dari para pekerja.

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *

Share this: