Laki-laki pun Prihatin atas Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan

[Unpad.ac.id, 25/11/2013] Kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi di mana-mana. Hal ini menjadi keprihatinan banyak pihak untuk mengatasinya, tidak saja dari pihak perempuannya selaku korban, tetapi juga kaum laki-laki. Untuk itu perlu adanya dialog bersama antara laki-laki dan perempuan mengenai kesetaraan gender termasuk meredefinisi peran laki-laki dan perempuan sebagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di masa datang.

Eko Bambang Subiantoro  (kanan) dari Aliansi Laki-Laki Baru dan Yasraf Amir Pialang (Dosen ITB) saat menjadi narasumber pada dialog bertema "Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender" di Bale Rucita Unpad Jatinangor, Senin (25/11). (Foto oleh: Dadan T.)*
Eko Bambang Subiantoro (kanan) dari Aliansi Laki-Laki Baru dan Yasraf Amir Piliang (Dosen ITB) saat menjadi narasumber pada dialog bertema “Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender” di Bale Rucita Unpad Jatinangor, Senin (25/11). (Foto oleh: Dadan T.)*

Upaya inilah yang dilakukan oleh Departemen Susastra Fakultas Ilmu Budaya Unpad bekerja sama dengan Institut Perempuan dan Kedutaan Besar Amerika Serikat dengan menggelar Dialog Sehari untuk Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender pada Senin (25/11) di Bale Rucita, Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor. Tanggal 25 November ini pun bertepatan dengan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Sedunia, yang juga menandai dimulainya kampanye “16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender” yang berpuncak pada tanggal 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.

Menurut Ketua Institut Perempuan, Valentina Sagala, 16 hari ini harus ditandai dengan komitmen dari semua pihak untuk menghapus kekerasan berbasis gender ini. Dialog yang terbagi menjadi dua sesi ini khusus membahas keterlibatan laki-laki dan generasi muda untuk mengajak bersama-sama berkomitmen dalam membahas upaya melawan kekerasan berbasis gender ini.

Pada kesempatan itu, aktivis Minnesota Men’s Action Network, Pheng Thao menjelaskan bahwa banyak perempuan mengalami kekerasan sejak dalam kandungan hingga dewasa yang dilakukan oleh laki-laki. Hal ini ia tuangkan dalam skema “Lifetime Spiral of Gender”. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan dirinya dan kelompoknya  dalam memberi pengertian kepada rekan laki-laki di lingkungannya mengenai kesetaraan gender. Bahkan mereka juga berdialog dengan para narapidana laki-laki yang baru keluar dari penjara untuk mengatasi berbagai masalah tanpa kekerasan, khususnya kepada perempuan di lingkungannya.

“Laki-laki harus berkomitmen secara politis terhadap upaya memerangi kekerasan terhadap perempuan. Dengan demikian masyarakat dapat mendidik ulang anak laki-lakinya tentang peran mereka di masyarakat,”ujar Pheng Thao yang disampaikan melalui live video telecast.

Upaya memobilisasi lelaki dalam upaya melawan kekerasan berbasis gender ini juga dilakukan oleh Eko Bambang Subiantoro  dari Aliansi Laki-Laki Baru. Eko menjelaskan bahwa kesadaran mengenai kesetaraan gender ini harus berimbang. Saat ini sistem patriarki yang dianut oleh banyak masyarakat menyebabkan diskriminasi kepada perempuan oleh laki-laki.

“Padahal banyak laki-laki yang tidak nyaman dianggap bahwa laki-laki adalah pelaku kekerasan. Bila laki-laki mempunyai kesadaran yang cukup baik, maka kebijakan dalam masyarakat pun akan baik,”tuturnya.

Untuk mengatasi kekerasan berbasis gender ini, kita harus mengetahui akar dan latar belakang masalah tersebut. Menurut pengamatan dosen ITB, Yasraf Amir Piliang, yang menjadi latar belakang ini antara lain disebabkan oleh pangdangan hidup dan keyakinan yang berbeda, dalam hal agama, ekonomi dan sosial. Ia juga menggambarkan bahwa perempuan dan laki-laki seolah-olah memiliki “jarak” dalam bentuk fisik, sosial, psikologis dan simbolik.

“Karena ada jarak, jadi masing-masing ngomong sendiri, atau monolog. Harusnya, laki-laki dan perempuan itu saling bergantungan, bekerja sama. Oleh karena itu harus membangun dialog yang baik dalam membicarakan berbagai masalah, baik dalam bentuk negosiasi, konsensus, dan sebagainya, agar tidak ada anggapan laki-laki bahwa perempuan sebagai pihak yang subordinat,”ujar Yasraf.

Dialog yang dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerja Sama Unpad, Dr. med. Setiawan, dr., dan Chargé d Affaires Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia, Kristen F. Bauer (melalui live video telecast) ini diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan dalam masalah kekerasan berbasis gender termasuk masyarakat akademik, pembuat kebijakan publik, aparat penegak hukum, organisasi non-pemerintah, penyedia layanan publik, pendidik, dan generasi muda. *

Laporan oleh: Marlia / eh *

Share this: