Etnik Cina Bangka Berhasil Tunjukkan Identitas Dirinya dan Menyesuaikan Diri Dalam Hubungan Bisnis

[Unpad.ac.id,13/11/2012] Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa tersebut sudah selayaknya dijadikan modal bagi semua etnik yang ada di Indonesia agar kehidupan berbangsa kita dapat selalu berlangsung harmonis. Sebuah etnik yang harus tinggal pada situasi yang berbeda budaya harus memiliki kerelaan dan kemauan untuk memiliki pengetahuan tentang budaya setempat sebagai bekal untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara tepat dan terus belajar mendapatkan kompetensi komunikasi antarbudaya agar interaksi berlangsung tanpa konflik dan saling menguntungkan.

Logo Unpad *

“Etnik Cina Bangka menunjukan kemauan untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan penduduk setempat dalam hal ini etnik Melayu Bangka. Dalam kenyataannya usaha pembauran dan penyesuaian etnik Cina Bangka ini belum pernah menimbulkan masalah sosial di Bangka. Bahkan etnik Cina Bangka ini dapat mengembangkan hidupnya meningkatkan taraf hidupnya disana,” ujar Agustina Zubair, ketika menyampaikan disertasinya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana Unpad, kampus Unpad Dipati Ukur, Selasa (13/11).

Disertasi yang berjudul “Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Etnik Cina Bangka dalam Konteks Hubungan Bisnis dengan Etnik Melayu Bangka” ini dipresentasikan di hadapan tim promotor yang terdiri dari Prof. Dr. H. Deddy Mulyana, MA.,Phd., Prof. Dr. Hj. Nina Winangsih Syam, Dra., MS., dan Dr. Hj. Betty RF. Sabur, Dra., MS. Adapun Tim Oponen Ahli dalam sidang terbuka ini adalah Prof. Dr. H. Soleh Soemirat, MS., Prof. Dr. H. Haryo S. Martodirdjo, dan Prof. Dr. H. Engkus Kuswarno, MS., yang juga bertindak sebagai Ketua Sidang. Turut pula hadir Prof. Dr. H. Mahfud Arifin, MS., sebagai Representasi Guru Besar.

Dalam disertasinya, dari pengalaman pembauran dengan etnik Melayu Bangka, orang Cina dengan bekal informasi mengenai cara perilaku umum orang Melayu melakukan facework atau pengelolaan presentasi diri dimana orang Cina Bangka akan mengatur ungkapan verbal dan perilaku non verbalnya sedemikian rupa. Berbekal hal tersebut, orang Cina Bangka dapat menciptakan sebuah hubungan yang bisa menguntungkan terutama dalam hubungan bisnis.

“Kemampuan itu yang disebut facework kompetensi, etnik Cina Bangka mampu menunjukan identitas dirinya dan menyesuaikan sesuai konteksnya,” tuturnya.

Berdasarkan temuannya, pemeliharaan citra diri (preventive facework) dan perbaikan citra diri (restorative facework) orang Cina terbukti berhasil membuat mereka percaya diri dengan kompetensinya untuk menciptakan hubungan bisnisnya dengan orang Melayu yang bisa menguntungkan mereka sekaligus juga bisa diterima oleh orang Melayu.

Etnik Cina Bangka juga telah berhasil melakukan perbaikan citra diri sebagai orang yang positif dan mengutamakan kejujuran termasuk didalamnya adalah komunikasi yang dirancang untuk melindungi dirinya dari perasaan terancam oleh kesan orang Melayu. Citra diri ini membentuk identitas mereka berbeda dengan yang selama ini ada dalam kesan orang Melayu terhadap etnik Cina.

Walaupun etnik Cina Bangka terus mencoba berbaur dengan etnik Melayu Bangka, namun hal tersebut tidak mengakibatkan sebuah pembauran dengan perubahan budaya. Perbedaan budaya justru tetap ada dan bertahan meskipun terjadi hubungan antaretnik dan ada saling ketergantungan baik dalam hubungan sosial maupun hubungan bisnis. “Itulah makna bhineka tunggal ika, berbeda-beda namun tetap satu, bukan sama,” tegasnya.

Agustina Zubair akhirnya berhasil lulus dalam sidang doktor dengan yudisium cumlaude. Seluruh tim promotor, oponen ahli, keluarga dan hadirin pun memberikan apresiasi atas keberhasilan Agustina yang telah menyandang gelar doktor di bidang Ilmu Komunikasi tersebut.*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

 

Share this: