Media Massa Perlu Berkontribusi Majukan Sepak Bola Indonesia

Sahat Sahala Tua Saragih, Drs., dosen Jurnalistik Fikom Unpad ketika menjadi pembicara dalam Workshop bertajuk “Peran Media dalam Industri Sepakbola”, Rabu (10/10). (Foto: Indra Nugraha)

[Unpad.ac.id, 11/10/2012] Sepak bola sejak dahulu kala memang telah menjadi olahraga yang sangat populer. Permainan ini bukan hanya berbicara mengenai 22 orang yang mengejar satu bola tapi lebih daripada itu. Banyak sisi yang bisa diangkat oleh media dalam sepak bola dan begitupun sebaliknya, melalui media pula sepak bola dapat terus tumbuh.

Sahat Sahala Tua Saragih, Drs., dosen Jurnalistik Fikom Unpad ketika menjadi pembicara dalam Workshop bertajuk “Peran Media dalam Industri Sepakbola”, Rabu (10/10). (Foto: Indra Nugraha)

“Sepak bola tidak bisa besar tanpa media massa dan media massa menjadikan sepak bola sebagai komoditas,” ujar Sahat Sahala Tua Saragih, Drs., dosen Jurnalistik Fikom Unpad ketika menjadi pembicara dalam Workshop bertajuk “Peran Media dalam Industri Sepakbola” yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad dan Training Ground Indonesia (TGI) di Ruang Serba Guna, Gedung 2 Lantai 4 kampus Unpad, Jl. Dipati Ukur No 35 Bandung, Rabu (10/10).

Ditambahkan Sahala , superioritas cabang olahraga satu ini memang telah menjadi magnet yang mampu menarik banyak media untuk terlibat didalamnya, bahkan hingga media sosial sekalipun. Media dan sepak bola telah menjadi pasangan yang tampak serasi dan tak dapat tercerai berai. Keduanya, benar-benar telah bersimbiosis secara mutualisme.

Media, disengaja maupun tak disengaja memang memiliki peran penting dalam membesarkan olahraga yang telah menjadi salah satu industri ini. Ia bukan hanya mampu masuk ke dalam rumput lapangan sepak bola tetapi lebih. Media kini dapat mengangkat hingga kehidupan pribadi para pemain sepak bola itu sendiri kehadapan mata para pemerhati sepak bola.

Namun, Sahala juga tidak dapat menampik bahwa selain dapat mengangkat setinggi langit, media khususnya media massa telah terbukti juga mampu menjatuhkan sebuah industri sepak bola. Seperti contoh yang terjadi pada sepak bola Inggris dimana sikap kritis media telah mampu menghancurkan organisasi dan semangat juang sebuah tim papan atas Liga Inggris.

“Dari semua negara di Eropa, media massa Inggris itu memang terkenal sangat kejam. Padahal, salah satu fungsi media massa adalah untuk membangun, termasuk di dalamnya membangun semangat,” ujarnya.

Lalu, bagaimana dengan sepak  bola dan media di negeri ini? Sahala secara pribadi sangat menyayangkan bahwa berita sepak bola di negeri kita ternyata lebih banyak menyoroti tentang perilaku buruk para stakeholder yang mengaku hendak memajukan persepakbolaan tanah air. Bangsa ini, kini hanya baru dapat menyaksikan dan bersuka cita atas sepak bola yang terjadi di negeri orang.

“Apa boleh buat, kita terpaksa merayakan pesta orang asing, karena memang kita tak punya pesta untuk dirayakan,” tuturnya.

Dalam rangka membangun kembali persepakbolaan tanah air, ia juga berpendapat bahwa sudah seharusnya sinergitas terjadi antara mahasiswa, LSM seperti Training Ground Indonesia, dan media massa.

Pembinaan terhadap sepak bola untuk anak berusia dibawah 15 tahun harus segera dilakukan dengan berdirinya sekolah-sekolah sepak bola. Media massa tentu mampu berkontribusi dalam pemberitaan dan promosi sekolah-sekolah sepak bola tersebut. Melalui  pembinaan tersebut setidaknya akan ada secercah harapan media kita suatu saat nanti dapat memberitakan pesta sepak bola kita sendiri, dan kita mampu bersuka cita atas apa yang telah raih.

Selain Sahala, dalam Workshop ini turut hadir juga para pembicara lainnya yang cukup dekat dengan dunia sepak bola dan media massa. Mereka diantaranya adalah Marco Gracia Paulo (Founder TGI), Mursyid WK. (praktisi Sepak Bola), Junas Miradiarsyah (Radio Prambors), Edwin Setyadinata (presenter sepak bola), Peksi Cahyo (Editor Foto bolanews.com), dan Boy Mahar Indarto (Editor in Chief Majalah World Soccer).*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

 

Share this: