Lestarikan Budaya dengan Pendokumentasian Budaya yang Baik

Logo Unpad*

[Unpad.ac.id, 03/10/2012] Indonesia terkenal sebagai negara majemuk karena beragamnya budaya dan tradisi yang ada di negeri ini. Tak dapat terelakkan budaya negeri ini yang tak terhitung jumlahnya membentang dari barat hingga timur. Namun, sangat disayangkan keragaman budaya tersebut justru kurang dikenal oleh masyarakatnya sendiri.

Logo Unpad*

“Ketika ditanya tarian asal Bali pasti jawabannya Pendet, kemudian ketika ditanya alat musik bambu dari Jawa Barat pasti jawabannya Angklung, atau produk tekstil dari Jawa tengah pasti jawabnya Batik. Padahal budaya yang menjadi identitas sebuah daerah bukan hanya itu, masih banyak lainnya,” ujar Ratna Yulianti dari Yayasan Tikar Media Budaya Nusantara ketika menjadi pembicara dalam Workshop Dokumentasi Budaya di Aula Moestopo Gedung 5, Fikom Unpad Jatinangor, Selasa (02/10).

Hal tersebut, menurut Ratna didasari karena pengetahuan seluruh masyarakat dan pemegang kebijakan yang tidak terlalu memahami bahwa budaya Indonesia itu beragam. Tumbuhnya ajaran atau filsafat budaya yang sentralistis atau developmentalis menjadi salah faktor penyebab identitas sebuah daerah hanya pada satu hal tertentu saja.

Padahal ketika berbicara tentang kebudayaan, kita tidak dapat melihatnya secara sebagian karena budaya dalam hal ini kesenian tidak dapat berdiri sendiri. “Kaitan ini yang menentukan bagaimana makna, bagaimana daya atau nilai dari budaya tersebut,” imbuhnya.

Berkaitan dengan berbagai macam permasalahan tersebut, Yayasan Tikar sebuah lembaga sosial nirlaba mencoba mengembangkan pengetahuan publik secara komprehensif tentang kebudayaan Indonesia.

Hal yang dirasa sangat penting dalam mewujudkan tujuan tersebut yaitu melalui pendokumentasian dan publikasi kesenian Indonesia di media cetak maupun audiovisual yang sesuai dengan kebutuhan dari waktu ke waktu baik secara sosial, kultural, politis, maupun teknologis guna menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap pluralitas budaya.

Selain Ratna Yulianti, dalam workshop yang digelar berkenaan dengan ulang tahun ke-27 Himpunan Mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan (Himaka) Fikom Unpad ini turut pula hadir Yoki Purwadi, perwakilan Yayasan Tikar lainnya. Dalam kesempatan tersebut, Yoki lebih banyak menjelaskan tentang bagaimana teknis pendokumentasian sebuah budaya itu ke dalam bentuk digital baik audio, visual, maupun audio-visual.

Pendokumentasian budaya sebagai salah satu upaya pelestarian harus berdasar pada data yang tepat.  Oleh karena itu, teknis mengisikan informasi (metadata/data mengenai data) serta hal lainnya berkaitan dengan data sebuah budaya harus dilakukan dengan sangat cermat.

Menurut Yoki, pendokumentasian budaya dalam bentuk digital juga dapat menumbuhkan penghargaan terhadap budaya itu sendiri karena lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. “Dengan adanya pendokumentasian, maka akan memacu kepekaan serta tumbuhnya apresiasi publik terhadap budaya karena mudah untuk dilihat seperti di website,” tuturnya.

Diakhir, Yoki juga menegaskan bahwa dokumentasi budaya hanya akan bisa  terpelihara apabila kita mampu dan mau membiasakan diri untuk terus mendokumentasikan budaya. “Setelah paham arsip, setelah paham dokumen budaya itu apa, maka diakhir kita budayakan dokumentasi,” tutupnya.*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

Share this: