Keluarga Jadi Benteng Terakhir Penguatan Bahasa Daerah dan Budaya Lokal

Para pembicaa pada Seminar Nasional “Globalisasi dalam Sudut Pandang Budaya Lokal” yang bertempat di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) FIB Unpad, Jatinangor, Jumat (12/10). (Foto: Tedi Yusup)

[Unpad.ac.id, 13/10/2012] Arus globalisasi begitu deras merambah semua bangsa yang ada di dunia, tak terkecuali bangsa Indonesia. Tak dapat dipungkiri bahwa budaya global yang dibawa oleh arus globalisasi telah menjadi bagian dari budaya bangsa kita. Oleh karena itu, diperlukan berbagai macam upaya agar kita tidak kehilangan identitas di negeri sendiri.

Para pembicaa pada Seminar Nasional “Globalisasi dalam Sudut Pandang Budaya Lokal” yang bertempat di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) FIB Unpad, Jatinangor, Jumat (12/10). (Foto: Tedi Yusup)

“Sangat disayangkan andaikata globalisasi ini sampai menghapus atau meminggirkan budaya-budaya lokal yang kita miliki, termasuk didalamnya bahasa,” ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad , Prof. Dr. Cece Sobarna, M.Hum., ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Globalisasi dalam Sudut Pandang Budaya Lokal” yang bertempat di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) FIB Unpad, Jatinangor, Jumat (12/10).

Dikatakan Prof. Cece, identitas sebuah bangsa tentu sangat erat kaitannya dengan bahasa. Bahasa tampil sebagai eksistensi sebuah bangsa. Bahasa dapat menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. Bahkan, bahasa juga merupakan manifestasi dari sebuah kebudayaan bangsa.

Dinamika kehidupan bahasa tidak dapat pula lepas dari pengaruh globalisasi. Pengaruh ini menyebabkan bahasa lokal harus terus menyesuaikan diri dengan waktu dan selaras dengan perkembangan jaman. “Seperti sebuah ekspresi dalam bahasa Sunda, kudu ngindung ka waktu, ngabapa ka jaman (harus beribu kepada waktu, berbapak kepada jaman),” tambah Prof. Cece.

Faktanya, pengaruh globalisasi memang telah terlihat dengan menyusutnya penggunaan bahasa daerah itu sendiri. Bahasa daerah semakin tak berdaya menghadapi pertarungan dengan bahasa nasional, asing, hingga bahasa slang. Kenyataan itu diperparah pula dengan adanya anggapan yang keliru bahwa bahasa daerah merupakan lambang keterbelakangan.

Bagaimanapun, globalisasi telah bergulir hingga saat ini. Banyak konsekuensi logis yang harus ditanggung dalam era ini. Oleh karena itu, dampak tersebut harus segera diwaspadai agar tidak menimbulkan pergeseran bahasa dan perubahan bahasa hingga akhirnya merubah atau menghancurkan sebuah budaya.

Upaya penting yang mesti segera dilakukan adalah dengan cara memperkukuh lagi ketahanan budaya bangsa melalui pemeliharaan yang sungguh-sungguh dan tulus terhadap eksistensi bahasa daerah. Salah satu wujud konkret yang dapat dilakukan dalam memelihara bahasa daerah yaitu dengan menggunakan bahasa daerah sebagai alat komunikasi dimulai dari lingkungan terkecil keluarga. “Keluarga menjadi  benteng terakhir bagaimana penguatan bahasa daerah atau budaya lokal,” tegasnya.

Selain Prof. Cece, dalam seminar yang dimoderatori oleh Presenter TVRI Bandung, Rahmat Sopian, M.Hum.,  ini turut hadir pula pembicara lainnya yaitu Pupuhu Bammus Sunda, Syarif Bastaman, SH., MBA. , dan pengamat kebangsaan sekaligus Direktur Reform Institute, Dr. Yudi Latif,.

Senada dengan Prof. Cece, Dr. Yudi juga memandang penting mempertahankan budaya lokal dalam era  globalisasi sekarang. Menurutnya, justru globalisasi itu sendiri  akan terbangun dari budaya-budaya lokal yang kuat.

“Jangan pernah menyesal menjadi anak-anak kebudayaan lokal. Jadilah kalian nancep di dalam kaki-kaki lokal masing-masing dan saat yang sama pucuk-pucuk kalian menjulang bisa mencapai visi misi dan kearifan global,” ucapnya.

Seminar ini sendiri merupakan salah satu rangkaian kegiatan Musyawarah Nasional Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah Se-Indonesia (Munas Imbasadi XIX). Pada tahun ini, Jurusan Sastra Sunda FIB Unpad berkesempatan menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraannya. Musyawarah ini berhasil mengumpulkan puluhan mahasiswa dari 18 universitas di Indonesia yang memiliki jurusan sastra daerahnya masing-masing. Tujuan mulia dari diadakannya munas ini sendiri yaitu untuk melestarikan, mengembangkan, dan menjadikan budaya lokal sebagai aset bangsa yang tunggal. *

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar

Share this: