Bisnis Menggiurkan dalam Pesona Florikultura

Dari kiri-kanan: Kusumiyati, SP., M.Agr., Ph.D. (moderator), Dr. Ir. Ani Andayani, M. Agr., dan Karen Tambayong dalam Seminar Nasional Florikultura di Grha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Rabu (26/09). (Foto: Indra Nugraha)

[Unpad.ac.id, 26/09/2012] Dunia pertanian tak selalu berbicara tentang sawah, pupuk, lumpur, dan hal-hal kotor lainnya. Pertanian juga mengenal nilai keindahan seperti yang tercermin dalam salah satu bidangnya yaitu Florikultura atau orang awam mengenalnya dengan sebutan tanaman hias. Berbagai macam produk hortikultura yang termasuk kedalam florikultura diantaranya adalah daun potong, bunga potong, tanaman pot, tanaman lanskap, rumput, lumut, tanaman hias air, dan lain sebagainya.

Dari kiri-kanan: Kusumiyati, SP., M.Agr., Ph.D. (moderator), Dr. Ir. Ani Andayani, M. Agr., dan Karen Tambayong dalam Seminar Nasional Florikultura di Grha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Rabu (26/09). (Foto: Indra Nugraha)

“Florikultura adalah produk hortikultura yang dimanfaatkan sebagai bahan estetika,” ujar Direktur Budidaya dan Pascapanen Florikultura, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Dr. Ir. Ani Andayani, M. Agr., ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Florikultura dengan tema “Pesona Florikultura (Tanaman Hias) sebagai Bisnis Masa Depan” di Aula Grha Sanusi Hardjadinata, Kampus Unpad Dipati Ukur, Rabu (26/09). Seminar ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian acara Agronomy Fair 2012-Pekan Florikultura Indonesia yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Agronomi Fakultas Pertanian Unpad.

Diakui Dr. Ani, Florikultura memang menjadi sedikit minoritas dalam kebijakan-kebijakan besar pemerintah yang lebih memprioritaskan ketahanan dan kemandirian pangan. Padahal, jika dibandingkan dengan bahan pangan lainnya potensi bisnis yang bisa didapat dari florikultura sangat besar walaupun dikelola secara berkelompok.

“Keuntungan dalam tiga sampai empat bulan bila punya satu hektar itu mencapai 200-300 juta. Kalaupun 10 orang dalam satu kelompok, itu sudah cukup tinggi, lebih besar dari komoditas lainnya,” jelasnya.

Besarnya investasi yang harus dikeluarkan dalam bisnis ini juga menimbulkan resiko yang cukup besar. Oleh karena itu, Dr. Ani tidak menyarankan berbisnis florikultura bila belum memiliki pasar. Jadi bidik pasarnya, kemudian usaha di bidang agribisnisnya. “Sekarang ini sudah tercatat permintaan ekspor dari luar negeri, tapi kuotanya tidak pernah bisa terpenuhi,” tambahnya.

Salah satu program yang bisa dibidik dalam bisnis ini adalah program Green City yang membutuhkan sangat banyak produk florikultura. Beberapa kota besar di Indonesia telah melaksanakan program ini untuk mengurangi emisi yang ada di kotanya, diantaranya adalah kota Bandung. “Program green city ini dilaksanakan di sepuluh kota besar termasuk Bandung, ingin mengembalikan Bandung sebagai kota kembang bukan kota kuliner atau kota factory outlet,” kelakarnya.

Lebih lanjut, Dr. Ani juga menjelaskan bahwa masih cukup banyak permasalahan atau tantangan yang harus dihadapi dalam bisnis ini diantaranya adalah preferensi pasar yang cepat berubah, nilai investasi yang relatif tinggi untuk skala usaha komersil, nilai ekonomi bisnis ini yang belum tersosialisasikan dengan baik, hasil penelitian yang belum cukup, dan pengembangan ekonomi kreatif yang belum terintegrasi.

Ia juga berharap terjadi perubahan paradigma dari masyarakat atas florikultura yang selama ini dipandang hanya sebagai kebutuhan sekunder atau tersier dari orang kaya. Menurutnya, justru industri ini merupakan salah satu cara dalam meningkatkan pendapatan petani menuju daya beli yang lebih baik.

Selain Dr. Ani, dalam seminar yang dimoderatori oleh Kusumiyati, SP., M.Agr., Ph.D., tersebut tampil juga sebagai pembicara, Pemilik Floribunda Nursery dan Ketua Komite Tetap Pengembangan Pasar Pertanian di Kadin Indonesia, Karen Tambayong.

Dalam kesempatan tersebut, Karen lebih banyak menampilkan berbagai macam inovasi kreatif dalam bisnis florikultura. Senada dengan Dr. Ani, ia juga berharap florikultura yang memiliki daya saing dapat mengangkat harkat dan martabat petani. “Kita harus bisa mengangkat petani kita dengan mengangkat kemampuan mereka, bukan dengan membuat kebijakan yang menyesuaikan dengan kemampuan petani sekarang,” tegasnya.*

Laporan oleh: Indra Nugraha/mar*

Share this: